Rabu, 28 September 2011


Kupandangi wajah nya yang pucat pasi menatapku. Tanganku mencengkram kuat lehernya, nafasnya tersengal-sengal. Kukendurkan sedikit cekikan tanganku, Air matanya turun menetes dengan deras, “maafkan aku mas, aku tak bermaksud menghianatimu,” suaranya terdengar lirih. Matanya melirik kesamping tempat tidur. Sesosok tubuh gendut tampak terkapar bermandikan darah. Disebelah kirinya seorang anak kecil tampak diam tak bergerak.

“itu anakku, mengapa kau tega membunuhnya? Teriaknya histeris. Tubuhnya meronta-ronta. Aku hampir kewalahan menahan tubuhnya. “ dia tak tahu apa-apa,mengapa kau tega membunuhnya? Suaranya parau menahan kesedihan.

“karena dia adalah hasil perbuatan bejat mu, perempuan sialan”, teriak ku. Lelaki bajingan itu harus mati, dan kau juga harus merasakan, perihnya kehilangan seseorang yang kau cintai. Aku tampar wajahnya berkali-kali dengan tangan kananku. Air matanya turun semakin deras. “ maaf, maaf kan aku,aku khilaf mas”,ratapmu.

“ Aku tidak akan membunuh mu sayang. Aku ingin kau rasakan semua penderitaan, rasa kehilangan yang teramat dalam. Kau harus rasakan itu”, bentak ku.

“ kau tega menghianatiku, pergi dengan lelaki bajingan ini? Aku selalu baik kepadamu tapi mengapa kau tega melakukan ini? Kini Hidupku sudah hancur” seruku dengan bibir bergetar, Amarah benar-benar menderu-deru dalam dadaku. Sebilah belati berlumuran darah tampak tergeletak disamping ku.

“Bertahun-tahun kurajut asa itu dalam jutaan macam perasaan dan pengorbanan. Mencoba mengerti dan memahami mu, berusaha mengisi hatimu, dan membeli perasaan mu. Jutaan kebaikan yang kuberikan dengan tulus atas nama cinta. Keikhlasan yang muncul begitu saja dari lubuk hati yang paling dalam. Tak sedikitpun berfikir kau akan pergi meninggalkanku. Melupakan segunung harapan yang pernah kita tulis dalam diary kita. Tentang sebuah biduk yang mengarungi samudera dalam terpaan topan dan badai. Kita bisa, heh itukan optimisme yang selalu kau hembuskan.” Suaraku nyerocos tak karuan.

Tapi ingat apa yang kau lakukan??

“Perahu kecil kita ini baru saja berlayar. Baru ada riak-riak kecil disana, belum ada gelombang besar menerpa mengapa kau malah menyerah pergi.Tak cukupkah kau lihat optimisme di wajahku ini. Jika saat itu tanganku belum kuat, tak bisakah kau menunggu proses yang sedang kita lalui. Hampir semua orang melalui tahapan itu. Mengayuh biduk rumah tanga dengan terseok-seok, tapi toh mereka bisa sampai di puncak kebahagiaan. Sayang, Jika kau merasa aku nakoda yang buruk, peringatkanlah aku, luruskan jalanku, bukan malah mencari nakoda baru.” Nada suaraku semakin tak karuan. Kadang naik tinggi kadang parau dan terdengar samar-samar.

Suara lirihku kembali terdengar,..

“Kini enam tahun setelah kita berpisah., kembali kulihat wajahmu secara tak sengaja di facebook. Bersama suami dan anakmu. Dulu kau mati-matian bersumpah bahwa kau hanya berteman dengannya. Tak ada hubungan khusus antara dirimu dan dirinya. Ternyata kau memang menjalin cinta dengan lelaki sialan ini. Dusta yang selalu kau selubungi dengan air mata.”

“Kau pergi meninggalkanku hanya demi lelaki botak,pendek, gendut dan hitam ini? Sungguh aku merasa tersinggung sayang. Secara fisik aku yakin masih lebih baik darinya, kebaikan hati? Tanyalah pada hatimu yang paling dalam, limpahan kasih sayang yang kucurahkan selama ini. Tak cukupkah itu semua? mungkin tak cukup jika kau hitung secara materi”, air mataku turun dengan deras. Aku sesugukan menangisi dan meratapi nasib ku. Tangisku menyumbat jalan nafasku, dadaku terasa sesak, terbatuk-batuk, akupun menggeliat bangun.

Dingin pagi menyambutku, ku buka mata yang masih terasa sangat berat. Keringat dingin bercucuran membasahi seluruh tubuhku. Mencoba memahami apa yang sedang terjadi, mengumpulkan semua nyawaku, hingga sepenuh nya tersadar.

******

Pak Mus, pengurus masjid dekat rumah sudah terdengar mengaji. Suaranya terdengar sangat nyaman di telinga, menenangkan hati siapapun yang mendengarnya. Lantunan ayat suci dipagi buta menjelang subuh seperti ini serasa sangat menyentuh hati. Teringat mimpi buruk yang baru saja aku alami, “Astagfirullah allazim, mungkinkah ada pikiran seperti itu dalam diriku. Disampingku, laptop tampak masih terbuka. Kutekan tombol enter, laptop pun menyala situs facebook ku tampak belum kututup dari tadi malam. Wajahmu masih tampak disana bersama seorang lelaki dan anak kecil

Hatiku memang tersakiti luar biasa tapi aku masih sangat waras dan Logika ku masih berjalan. Aku sudah memaafkan semua, membuang semua kenangan buruk dan hanya mengingat semua kebaikannya. Di Subuh yang hening ini,kupanjatkan selaksa doa untuk orang tuaku, diriku, saudaraku dan juga kamu, semoga Allah selalu melindungi dan melimpahkan segala rahmat Nya.

Teringat jutaan harapan yang pernah kita ucapkan dulu. Harapan yang kita ukir selangkah demi selangkah dalam eksotisnya Braga, ramainya Dago dan Rindangnya pohon waru di Dipati ukur. Kehangatan yang kita bina di Haur Mekar sampai Babakan Siliwangi. Buatku Tak mudah melupakan itu semua, entah untuk mu. Yang jelas jangan pernah lagi dustakan cinta…………..

Selasa, 20 September 2011



Selalu ada kenangan yang indah dan kadang menggelikan untuk dikenang setiap datang bulan ramadhan. Salah satu kenangan yang kuingat ketika Ramadhan adalah ketika kuliah di Bandung pada era 1990an. Pada saat itu musim panas yang panjang, siang sangat terik sedangkan malam dingin menusuk tulang. Dalam kondisi seperti ini rasanya malas kalau harus keluar cari makanan sahur. Setiap malam, sepulang tarawih aku sudah mempersiapkan makanan untuk sahur. Nasi sudah kumasak dalam rice cooker. Untuk lauknya aku beli sepotong daging ayam dan 2 potong tempe. Cukuplah untuk sekedar makan sahur.


Malam ini hujan turun rintik-rintik, menambah dingin cuaca disekitar tempat kos ku. Dering weker segera saja membangunkan ku. Jam menunjukan pukul 03.30 WIB, waktu yang kurasa pas untuk makan sahur. Piring kusiapkan, sepotong ayam goreng dan tempe aku taruh di atas meja. Nasi masih tampak mengepul dari rice cooker. Akupun bergegas membuka pintu kamar dan keluar untuk mencuci muka di kamar mandi. Pikiran segar, meski cuaca dingin sangat menusuk tulang. Kunyalakan radio dan segera bersiap untuk bersantap. Namun alangkah terkejutnya ketika kulihat diatas piring tinggal tersisa sepotong tempe. Celingukan kucari-cari kemana ayam goreng dan sepotong lagi tempe yang tadi aku taruh di piring. Akupun segera keluar kamar, dan kulihat sebuah pemandangan yang membuatku mendidih melihatnya.

Di sudut sebuah pohon yang rindang kulihat disana dua ekor kucing sedang asik makan sahur. Sepotong tempe dan ayam goreng yang tadi kubeli sudah tinggal tulang nya saja. Seolah mengejek ku dua ekor kucing tadi dengan asik masih saja menjilati tulang ayam tersebut. Akupun naik pitam, Kulempar dua ekor kucing itu dengan batu. Batu mengenai kaki salah seekor kucing. Amarah begitu memuncak dalam darahku. Sambil terpincang-pincang Kucing itupun berlarian melompat keatas genting, menjauh sambil memandangiku. Sumpah serapah pun keluar dari mulutku.

Jarak warung yang buka sahur sangat jauh dari tempat kos ku dan rasanya tidak akan cukup waktu untuk sampai kesana. Teman-teman kos sedang pulang kampung. Langit pun bersekongkol mengejekku, Hujan turun semakin deras. Dengan perasaan bercampur aduk antara marah dan sedih aku pun kembali lagi ke kamar kos. Kusendok sepiring nasi dan sepotong kecil tempe yang tersisa. Kutelan nasi hangat tersebut dengan emosi bercampur aduk dan mata berkaca-kaca. Teringat suasana sahur dirumah yang penuh dengan canda adik-adiku dan lauk pauk yang lengkap. Kalau saja tidak ada ujian semester ini tentu aku sudah ada dirumah.

Tak lama azan subuh pun bergema, kuambil air wudhu dan segera menunaikan sholat subuh. Air yang dingin menyurutkan amarahku. Puasa sudah berjalan dua minggu, tapi urusan mengendalikan amarah tampaknya belum sepenuhnya bisa kukuasai. Ku ucapkan istigfar beberapa kali, mungkinkah ini juga salah satu ujian dari Nya untuk ku yang sedang menjalankan puasa. Ternyata urusan mengendalikan amarah itu memang salah satu hal yang sulit.

Dipagi hari kulihat kucing tersebut di dekat tempat kos ku. Berjalan terpincang-pincang, dengan kaki belakang yang tampak terluka. Jika saja kucing itu mengerti betapa menyesal aku. Aku Cuma mau bilang, “Maafkan aku ya puss, tadi malam aku sangat marah padamu”.


Pernikahan sejatinya adalah menyatukan dua hati yang saling mencintai. Keikhlasan menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangan. Berkomitmen untuk memulai kehidupan yang baru dengan semangat saling menghargai. Namun ada kalanya niat mulia tersebut terhalang oleh factor keluarga besar dari pasangan. Restu dari orang tua dan semua anggota keluarga tentu akan menjadikan sebuah perkawinan terasa lebih sempurna. Calon mantu akan di lihat dari Bibit, Bobot dan Bebet nya. Semua penilaian ini akan menjadi pertimbangan dari calon mertua, diterima tidaknya seorang calon mantu.

Penilaian seseorang layak atau tidak menjadi calon menantu ini kadang sampai menelisik masa lalu nya. Hal ini dialami salah seorang temanku ketika dia memutuskan untuk menikah. Calon istri yang akan dinikahinya berstatus janda beranak satu. Kontan saja seluruh keluarga besarnya menolak mentah-mentah. Dalam persepsi mereka, janda adalah seseorang yang sudah pasti tidak baik masa lalunya. Di zaman yang sudah maju seperti sekarang inipun, anggapan miring tentang kehidupan sosial seorang janda masih saja membelenggu pikiran kita.




Stigma negatif seorang janda

Dalam budaya patriarki yang dianut oleh masyakat kita, status janda adalah bentuk penyimpangan norma dari suatu system keluarga. Keluarga dipimpin oleh seorang lelaki sebagai pencari nafkah dan wanita yang mengurusi rumah dan anak-anak. Ketika seorang wanita menjadi janda maka bukan hanya beban ekonomi yang membebaninya, lebih berat lagi adalah beban sosialnya. Secara ekonomi, banyak wanita yang sudah mapan dan menghidupi kehidupan nya sendiri. Namun ketika mereka mampu secara finansialpun masyakat masih tidak mempercayai hal itu. Keberhasilan secara finansial selalu diembel-embeli dengan kecurigaan bagaimana uang itu diperoleh. Seorang janda apalagi bila usianya masih muda, memikul beban psikologis yang lebih berat lagi.

Di film-film maupun sinetron, janda seringkali digambarkan sebagai wanita pengganggu dan perusak rumah tangga orang, tukang morotin duit, dan perayu lelaki. Penggambaran peran seperti ini bisa saja punya andil dalam membentuk image seorang janda. Masih banyak orang yang memandang sinis keberhasilan yang di capai oleh seseorang berstatus janda.

Menjadi janda bukanlah pilihan, itu adalah takdir yang memang harus dijalani oleh seseorang. Kalau bisa memilih takdir, tentu mereka lebih bahagia bila hidup bersama pasangan. Hidup dalam suatu keluarga yang utuh, dipimpin oleh seorang lelaki sebagai kepala rumah tangga. Nasib mengantarkan mereka menjadi janda. Bercerai karena kematian maupun karena sebab-sebab yang lain. Posisi wanita yang bercerai tetap saja lemah dimata masyarakat. Kehancuran rumah tangga seringkali hanya dibebankan kepada kegagalan isteri mengelola rumah tangganya. Ketika suami jelas-jelas berselingkuhpun, kesalahan tetap dibebankan kepada istri yang tidak bisa melayani suami. Inilah system patriarki yang menempatkan laki-laki pada posisi terhormat di banding wanita.

Diskriminasi gender yang masih saja terjadi di masyarakat kita ini sudah seharusnya kita ubah. Zaman sudah maju, kesetaraan gender membuat siapapun bisa berhasil di bidangnya.Banyak wanita yang sukses dalam karir maupun dalam mendidik anak-anaknya meskipun berstatus single parent.

Setiap orang punya masa lalu yang belum tentu mereka kehendaki. Salah dan khilaf adalah takdir manusia sebagai mahluk yang tak sempurna. Yang terpenting bagaimana pribadi seseorang saat ini. Itu yang bisa menjadi pedoman kita dalam mencari pasangan. Janda berakhlak baik tentu sangat layak untuk dinikahi, begitu saranku kepada temanku ini. Selamat menempuh hidup baru kawan….

Senin, 19 September 2011



Pagi menjelang, matahari mulai bersinar terik. Cahayanya masuk melalui kisi-kisi jendela kamarku. Kulirik jam disudut sana, jam 06.00 tepat, hmm masih pagi untuk ukuran hari Minggu. Hari ini ingin rasanya leyeh-leyeh di rumah tanpa diganggu rutinitas harian. Kalau bukan karena kewajiban menyediakan sarapan buat suamiku enggan rasanya beranjak dari tempat tidur. Bang Jamal suamiku, hari ini masuk kantor karena harus menyelesaikan suatu pekerjaan.
Beringsut kedapur dengan rasa malas, kupanaskan air dan roti. Beberapa menit kemudian sarapan pun sudah siap dimeja. Kudengar suara air dari kamar mandi. “ Bang, sarapannya sudah aku siapkan diatas meja”, teriak ku. Akupun bergegas kembali ke kamar. Suara HP bang jamal terdengar berkali-kali,kulihat di layar,terpampang nama Dini. Teman bang Jamal yang satu ini lumayan ku kenal juga maka kuberanikan diri mengangkat telepon nya.
“Halo, Dini ya, bang jamal nya lagi mandi bentar lagi juga beres”.jawab ku.
“oh iya mbak maaf ganggu, Cuma mau ingetin bang jamal jangan sampai kesiangan, soalnya banyak yang harus di selesaikan, thanks ya, suara manja dari seberang sana menjawab.
Setelah berbasa-basi sejenak, Dini pun menutup teleponnya. Aku masih termangu disini, sambil memegang telepon. Tiba-tiba rasa cemburu begitu membuncah dalam dadaku. Suara manja serak-serak basah Dini memang terdengar sangat seksi. Jauh sekali dengan suaraku yang cempreng menyakitkan telinga.
“Dari siapa Ra”? Suara Bang jamal tiba-tiba mengagetkan ku
“Eh ehh dari Dini, katanya jangan sampai telat”, sahutku dengan gugup.
Tak lama Bang Jamal pun berangkat. Tak lupa dia mengecup keningku, “ pergi dulu ya Ra, serunya datar.
Suara motor Bang Jamal semakin menghilang dari pendengaran. Aku masih termangu-mangu di teras depan rumah.
Dini teman sekantor bang Jamal, Mereka sahabat yang sangat akrab sejak SMA, kemana-mana selalu berdua,sampai sekarang merekapun sekantor. Selain Dini ada juga sahabat karibnya yang lain bernama Mas Jefri, mereka sering kumpul-kumpul.
Kedekatan diantara mereka sering membuatku cemburu. Namun Bang Jamal selalu bisa meyakinkan hatiku bahwa tidak ada apa-apa diantara Dini dan dirinya. Hubungan mereka sudah seperti kakak dan adik. Dini memang wanita yang cantik dan manja.Wanita manapun pasti akan cemburu melihatnya. Sifatnya yang ceria selalu membawa keriangan diantara sahabat-sahabatnya. Persahabatan mereka tampaknya memang benar-benar tulus.
Teringat perjumpaan awalku dengan Bang Jamal
Entah bagaimana aku bisa jatuh cinta dengan lelaki seperti Bang Jamal. Yang kutahu saat itu aku dikejar deadline oleh ibuku untuk segera menemukan jodohku karena adik ku akan segera menikah. Bang Jamal di kenalkan oleh seorang rekan di kantorku, yang tak lain adalah kakak iparnya. Rekomendasi dari temanku inilah yang akhirnya mempertemukan kami dalam tali pernikahan. Tingkahnya yang klamar-klemer macam perempuan sebenarnya bikin aku ilfil tapi sifatnya yang baik menutupi semua ketidaksempurnaan fisik yang ada padanya.Merasa diri bukan wanita cantik, akupun bisa menerima semua kekurangan yang ada pada dirinya.
Malam pertama kami lalui dengan luar biasa, malam kedua, malam ketiga sampai beberapa bulan kemudian. Bang Jamal tidak pernah lagi menjamahku. Perlahan tapi pasti kehangatan nya mulai berkurang. Di hari-hari berikutnya, selalu begitu, Bang Jamal tidak pernah mengambil inisiatif duluan. Selalu aku yang berperan. Dalam hati akupun sangat kecewa dengan nya namun, aku tetap ikhlas menjalaninya hingga hampir setahun ini.. Hati kecilku sebenarnya agak curiga dengan perangai nya ini. Aku yakin sekali ada hal yang disembunyikan dariku. Naluri seorang isteri pun segera muncul, suamiku tampaknya punya wanita idaman lain.Kadang dalam beberapa kesempatan aku mencoba menanyakan nya. Tapi Dia tidajk pernah memberi jawaban yang pasti. Malah terkesan menghindari topik itu.
Diluar urusan ranjang, kami berdua sebenarnya sangat bahagia menikmati hari-hari. Bang Jamal selalu punya cerita yang menarik untuk diceritakan sepulang kerja ataupun di waktu senggang kami.
Hingga pagi ini, tiba-tiba mataku dikejutkan oleh sesuatu yang menyembul dari keresek hitam yang ada di jaket suamiku. Jaket yang agak basah ini, kemarin di pakainya dan pagi ini aku bermaksud mencucinya. Kutarik bungkusan tersebut. Isinya 5 keping DVD bajakan dengan gambar yang membuat jantungku serasa copot.
“ Astagfirullah, kulihat gambar-gambar yang ada dalam sampul DVD tersebut. Melihatnya membuat perutku seketika mual. Namun rasa penasaran membuatku segera masuk kekamar. Kunyalakan DVD player dan kuputar cakram itu. Apa yang kusaksikan membuatku benar-benar muntah. Gambar yang ditampilkan adalah adegan-adegan percintaan lelaki dewasa. Jika percintaan nya antara lelaki dan wanita mungkin tidak akan membuatku semual ini. Yang kusaksikan adalah adegan-adegan percintaan diantara sesama lelaki. 5 keping CD dengan tema yang sama. Ku bongkar semua koleksi DVD di laci mejanya yang selalu terkunci rapat. Berpuluh-puluh keping film sejenis kutemukan di dalamnya.
Teringat kemudian kejadian-kejadian beberapa bulan ini yang membuatku semakin curiga. Di baju kerja nya kerap aku temukan bulu-bulu pendek dan agak tebal, yang kalau aku perhatikan tampak nya seperti kumis. Tapi suamiku kan tidak berkumis,darimana kumis itu berasal? Bagaimana kumis itu sampai menempel di bajunya? Bukan Cuma sekali ini aku menemukannya. Bau rokok yang menyengat juga kerap tercium dari bajunya padahal dia bukan seorang perokok. Ahh tapi asap rokok kan bisa saja menempel dari orang-orang disekitarnya yang perokok, tapi bagaimana dengan kumis itu?
Tiba-tiba teringat oleh ku wajah macho mas Jeffri dengan postur tubuh ynag tinggi besar dan kumis melintang. Tangan kekar nya yang selalu merangkul Bang Jamal ku ketika mereka berjalan beriringan.
Mendadak mataku berkunang-kunang, Tubuhkupun melunglai……………………………