Kamis, 20 Oktober 2011


Tengah malam hampir terlewati, sinar terang rembulan menyinari seisi alam. Suara-suara binatang malam riuh rendah menyambut sang dewi. Angin dingin berhembus membawa butiran-butiran embun yang mulai turun. Pucuk-pucuk pohon besar tampak melambai-lambai malas diterpa angin. Pandu, sudah bersiap-siap didepan rumahnya. Pekerjaan sebagai tukang sayur membuatnya merubah jam biologisnya. Siang tidur, malam kelayapan mencari barang dagangan. Bersama teman-teman seprofesinya Pandu menyewa mobil pickup bak terbuka yang mengantarkan mereka ke pasar induk. Menunggui belanja dan mengantarkan mereka kembali kelapak-lapak pasar tradisional.
Diteras depan rumah Pandu menunggu jemputan ditemani sang isteri. Secangkir kopi dan pisang goreng tampak hampir habis. Lilis, wanita yang dinikahinya dua tahun lalu belum juga memberinya anak. Namun itu tidak mengurangi rasa cintanya kepada wanita yang bahenol ini. Lilis adalah kembang desa, berpuluh-puluh orang mencoba melamarnya. Dari mulai bang digul juragan ayam, Pendi pegawai kelurahan sampai pak untung juragan angkot yang sudah beristeri tiga, ditolaknya. Cinta nya jatuh pada Pandu, pedagang sayur yang memang ganteng dan baik hati ini.
“bang, kok tumben jam segini jemputan abang belum datang ya?
“ iya nih, biasanya udah sampe, jangan-jangan supirnya ketiduran kali”sahut Pandu sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
“apa ngak usah dagang aja bang hari ini? “Ehmm kayaknya dingin banget bang malam ini….
Pandu menoleh ke arah Lilis. Sang isteri pun melengos sambil tersenyum malu-malu.
“he he emangnya lagi pengen? Canda nya
Lilis Cuma senyum-senyum manja, wajahnya tampak menunduk malu. Pandu mendekatkan wajahnya, bibirnya hampir menyentuh bibir Lilis….
Tidiiiiiiiiiiiittttttttt, suara klakson mobil dan teriakan kawan-kawannya dari atas mobil bak membuatnya terperanjat
.” Woiiiii terusin besok aja, sekarang dagang dulu”, suara Parto di sertai tawa ngakak teman-temannya.
“Mas pergi dulu ya Lis, tangannya menggapai sang isteri dan mencium keningnya.
“Hati- hati dijalan ya mas”. Serunya sambil tersenyum manis.
Pandu pun segera naik keatas mobil, suara riuh teman-temannya masih terdengar ketika mobil mulai berjalan.
********
Dari atas pohon gandaria sesosok tubuh tinggi besar dan berbulu dengan mata merah mengawasi kearah Lilis yang sedang membereskan gelas dan piring diteras. Air liurnya menetes-netes seperti kucing melihat seonggok ikan. Tak lama kemudian Lilis pun masuk kedalam rumah, pintu dikuncinya rapat-rapat. Deretan pohon-pohon besar disekitar rumah sering membuatnya takut bila sedang sendiri seperti ini.
Mahluk tinggi besar inipun segera turun dari kegelapan pohon gandaria, berjalan cepat menuju rumah Lilis. Tubuh besar dan berbulunya serasa sangat ringan. Tak bersuara sedikitpun,seperti hembusan angin.
Lilis baru saja merebahkan tubuhnya ketika suara Mas Pandu memanggilnya.” Lilis. Lilis tolong buka pintunya, abang di depan” suara itu begitu jelas terdengar digendang telinganya. Seperti dibisikan dari sampingnya. Dia pun segera beranjak kedepan.
“Mas, Mas Pandu pulang lagi” serunya sambil memutar anak kunci
“Iya Lis tolong bukakan pintu”
Pintu terbuka, wajah Pandu suaminya tersenyum sumringah. Tangannya segera merangkul Lilis dalam dekapannya. Bibir nya melumat bibir tipis isterinya dengan sangat bernafsu. Tangan nya mulai menggeranyangi seluruh tubuhnya. Lilis sampai tak bisa bernafas, “mas, mas, masuk dulu, pintu nya belum dikunci nanti ada orang lihat, malu mas, seru lilis dengan sedkit bingung. Tak biasanya Mas Pandu begitu benafsu mengajaknya bercinta.
Pandu membopong tubuh isteriya kedalam kamar. Tangannya yang kekar merobek bajunya, Lilis berteriak terkejut. Dalam sekejap saja seluruh pakaiannya telah sobek berserakan di atas tempat tidur. Pandu bercinta dengan sangat bernafsu. Energinya seakan tak ada habisnya. Lilis sudah megap-megap tak karuan. Selama dua tahun berumah tangga baru kali ini dia melihat sang suami bercinta dengan sangat ganas. Seperti hewan liar yang tidak makan berminggu-minggu. Namun rasa herannya tertutupi oleh kenikmatan yang menjalari seluruh tubuhnya.
Lilis terkulai lemas, tertidur pulas sampai matahari pagi meninggi. Suara salam dan ketukan dipintu membangunkannya.
“Assalamualaikun, lilis, lilis ini abang Lis,Tolong bukakan pintu” suara dari luar rumah sayup-sayup terdengar.
Dengan pikiran masih seperti orang ngelindur lilis bangun. Seluruh badannya terasa sangat sakit. Dilihatnya dicermin, bercak-bercak merah bekas gigitan dan cakaran pada dadanya. Ditutupi tubuh telanjang nya dengan sehelai kain sarung,diapun bergegas keluar dari kamar.
Dibukanya pintu perlahan. “ Mas dari mana, pagi-pagi kok udah keluar?
Pandu bingung dengan pertanyaan isterinya. “Kamu masih ngantuk ya”, tangannya segera melingkari tubuh seksi isterinya yang hanya berbalut sarung.Bibirnya mengecup bibir isterinya. Tangannya mulai bergerilya kemana-mana.
“kita lanjutin yang tadi malam ya”,bisik Pandu
“kan tadi malam sudah mas, emangnya ngak cape?
“Tadi malam? Tadi malam kan aku kepasar Lis kamu ngigau ya?
Lilis tertegun, lantas siapa yang tadi malam bercinta dengannya, terbayang bekas gigitan dan cakaran ditubuhnya, caranya bercinta, tubuhnya serasa mengigil ketakutan, bulu kuduk nyapun seketika meremang…………..

Senin, 10 Oktober 2011


Titik Api tampak mulai menyala dari lantai dua sebuah rumah mewah. Api mulai membesar dengan cepat. Asap mengepul keudara, lidah-lidah api tampak menjilati setiap sisi ruangan. Orang-orang ramai bereriak-teriak dari luar rumah. “ pak Budi, bangun pak, pak kebakaran-kebakaran, pak budi …….pak pak,” suara orang bersahut-sahutan. Riuh rendah suara warga yang berteriak-teriak.. Gerbang besi yang tertutup rapat tak memungkinkan warga untuk mendekat. Beberapa warga berinisiatif melempari pintu rumah dengan batu untuk membangunkan penghuninya. Api sudah semakin membesar namun pemilik rumah tak juga keluar.Warga semakin cemas menyaksikan api yang semakin membesar. Tak lama berselang, sirene pemadam kebakaran mulai terdengar semakin mendekat. Pintu gerbang depan akhirnya dijebol. Petugas berusaha keras menjinakan api yang semakin beringas.
Aku termangu disudut pohon ini, sambil memeluk isteri dan dua orang anakku. Si jago merah tampak mulai beringas. Potongan balok-balok diatas rumah mulai berjatuhan. Petugas agak kewalahan menjinakan api yang terus berkobar-kobar ditiup angin.
Menatap lirih pada rumah yang pernah memberiku sejuta kebahagiaan. Rumah mewah berlantai dua, dengan halaman yang luas. Sebuah tulisan besar tampak masih menempel ditembok depan rumah, DISITA OLEH BANK. Miris aku membacanya .Kutatap wajah anak isteriku sekali lagi. Guratan sisa air mata kering masih tampak disana. Sudah tidak ada lagi yang perlu di tangisi. Kebahagiaan yang utama adalah kami masih bisa berkumpul bersama. Hilang sudah kesusahan dan segala macam persoalan hidup yang melilitku.
“Hanya ini yang bisa papa lakukan untuk mempertahankan kebahagiaan kita”. Aku berguman lirih. Aku termangu menyaksikan lambang kesuksesanku itu perlahan-lahan habis dimakan api.
“Mengapa kita ada disini Yah? Tanya aldi mengagetkanku.
“Karena kita harus segera pergi nak”
“Tapi aku masih betah tinggal disini, semua teman-temenku ada disini, aku belum mau pindah yah”,wajah polosnya menyiratkan kesedihan yang mendalam.
Aku terdiam tak mampu menjawab
Kutatap isteriku dan Tya dalam gendongannya. Senyum manis di bibir mungilnya membuatku merasa sangat bahagia.
Mas, mengapa kau tega melakukan ini semua?
“Aku rela memang bila kita harus hidup miskin mas, aku isterimu, aku akan selalu ada disampingmu disaat senang ataupun susah, kau tak perlu melakukan ini”, Air matanya kembali turun membasahi pipi. Aku beringsut mendekati isteriku, kupeluk dia dengan segala kasih sayang yang tersisa.
“Tapi hutang-hutangku sudah sangat besar Vi, aku tak sanggup membayarnya.
“Tapi kita masih bisa mencari jalan lain mas”
“Jalan mana Vi, semua jalan kan sudah pernah kucoba, tapi semua nihil’
“ Setiap hari kita malah diteror oleh penagih Hutang itu”
Butuh dua jam lebih sebelum akhirnya api dapat dikendalikan sepenuhnya. Petugas bergegas masuk kedalam rumah. Ruang demi ruang disisir dengan hati-hati. Di sebuah kamar yang besar, tampak 4 onggok mayat yang sudah menghitam ditemukan dalam kondisi mengenaskan diatas tempat tidur. Sang ayah tampak memeluk anak dan isterinya. Kondisi kamar sudah porak poranda tak berbentuk.
Sesosok tubuh bocah yang sudah hangus menghitam tampak yang pertama dikeluarkan oleh dua orang petugas. Menyusul kemudian tubuh anak yang lebih kecil, dan terakhir kedua orang tuanya.
“Tapi Mengapa kau tega membawa kami semua mas? Tidak kah kau berfikir membiarkan Aldi dan Tya melanjutkan kehidupannya. Jalan mereka masih panjang, biarkan takdir mengalir sewajarnya.Mereka hanya anak-anak, mereka masih mungkin untuk melanjutkan kehidupannya?
“Maafkan aku Vi……
“Maafkan aku, aku juga sebenarnya tidak sanggup untuk melakukannya, tapi aku harus……
“Kumasukan racun itu kedalam susu yang diminum aldi dan tya, Berharap mereka tidak merasakan sakit yang terlampau berat.Demikina juga dirimu, aku meracuni makan malam mu, berharap kalian terlelap dalam mimpi panjang dan tidak merasakan sakit”.
“Aku sangat mencintai kalian semua.Aku tak sanggup bila harus sendiri, di dunia ataupun di alam lain. Biarlah kematian menjemput kita yang penting kita masih bisa bersama.”
Tapi mengapa kau masih harus membakar jasad kami?
Aku terdian sejenak, sambil menatap sisa-sisa bangunan yang mulai runtuh.
“Aku ingin agar kita secepatnya sampai di tujuan akhir kita”
Raung sirene ambulan memekik meggetarkan jiwa, Jasad-jasad hitam legam menyisakan bau daging terbakar di udara. Kantung-kantung mayat segera ditutup dan dimasukan kedalam mobil. Bersamaan dengan itu seberkas cahaya terang kulihat di kejauhan sana. Semakin lama semakin mendekat menghampiri kami. Ku gandeng anak dan isteriku. “ Ayo,nak kita harus segera pergi, ada dunia lain disana yang menjajnjikan kebahagiaan yang abadi”.

Jumat, 07 Oktober 2011


Malam sunyi dan dingin, angin bergulung-gulung meniupkan debu dan mengusir rintik hujan yang mencoba mendekat. Awan hitam menggantung, mendekap erat sang rembulan dalam pelukannya. Berpendar-pendar Cahaya suramnya tak mampu menerangi malam. Malam yang nyaris bisu dan buta. Ditengah kesunyian itu, suara emprit gantil terdengar mendirikan bulu roma.
Burung penanda kematian itu sudah datang, entah siapa yang kini akan dibawanya. Seorang gadis kecil beringgsut keluar dari rumah sambil membawa senter. Di carinya di pucuk-pucuk pohon, sosok yang sangat menakutkan itu. Disana, di pucuk pohon belimbing tampak seekor burung kecil sedang asik bernyanyi lirih. Gadis itu mengambil batu sekepalan tangan, dan melemparkan kearah burung tersebut. Suara gemeretak, daun dan ranting yang patah segera terdengar. Suara burung itupun segera lenyap bak ditelan bumi. Didengarkannya dengan seksama, sampai suara burung itu benar-benar sudah menghilang.
Nina, namanya, usianya belum genap delapan tahun ketika ibunya meninggal dunia karena sakit. Sejak itu dia hidup hanya berdua bersama sang ayah. Hingga kini usianya menginjak 10 tahun, ayahnya belum lagi menikah. Dirumah itu hanya ada seorang pembantu yang menyiapkan makan dan mencuci pakaian, sore hari nya si bibi ini pulang. Tinggalah bocah ini seorang diri dirumah menunggu ayahnya pulang.
Aku yang tinggal disebelah rumahnya hanya tersenyum melihat tingkah lakunya.
“Nina, lagi ngapain malam-malam diluar? Seru ku.
“ itu om, ada burung emprit gantil dari tadi bunyi terus, aku lempar pakai batu tadi supaya pergi jauh”, jawabnya.
“Om apa setiap ada burung emprit gantil itu pasti ada yang meninggal? Tanya nya dengan wajah polos.
“ he he he itu hanya mitos, kamu kan sering denger suara burung itu, bukan Cuma malam ini kan? Kadang pagi-pagi atau siang hari. Minggu lalu juga ada kan? Denger ngak? Tapi ngak ada tuh orang kampung kita yang meninggal, iya kan? Jawabku mencoba menjelaskan.
“tapi om, dulu, emprit gantil yang membawa mama, pergi”, serunya dengan mimik serius.
“ he hehe nina, itu hanya kebetulan saja, tidak ada hubungannya dengan emprit gantil”
“Tapi Nina khawatir Om, papa kok belum pulang ya, sudah jam tujuh nih, biasanya sebelum magrib sudah sampai dirumah’
“udah kamu telepon?
“sudah om, tapi dari tadi ngak nyambung-nyambung, nina jadi khawatir, apalagi denger suara emprit Gantil tadi”. Wajah polosnya membuatku tersenyum.
“ Ya sudah ditunggu aja, masih macet kali, oh ya kamu mau nunggu dirumah Om, ada sarah dan diva tuh lagi main monopoli.
“Ngak dah om, aku mau ngerjain PR dulu”,jawab nya.
“Kamu udah makan belum?
“Belum, nanti tunggu papa pulang aja, terima kasih ya Om, nina mau masuk kedalam dulu”.
Belum lama nina masuk kerumahnya, suara burung itu kembali terdengar. Memiriskan hati, senandung kesedihan yang memang membuat setiap orang merasa bergidik mendengarnya.
*****
Jam 7.15 malam, Aku duduk sambil menikmati secangkir teh hangat. Koran sore sudah hampir habis kubaca ketika Handphoneku berpendar-pendar, sebuah SMS masuk. Isteriku mengirimkan sebuah pesan, “ mas aku sudah dekat rumah, kamu mau dibelikan makanan apa? Buat anak-anak sudah aku belikan ayam tadi di Mac Di , Sop iga atau Sate bang kumis mau ngak?
Aku mengetikan sebaris kata, “ sop iga ”, jawabku singkat. Aku memang paling malas menjawab sms. Cuma kata-kata singkat saja yang biasa ku ketikan. Isteriku sudah maklum dengan kebiasaanku itu.
Teh sudah habis kuminum sampai tegukan terakhir, Koran sudah selesai kubaca sampai ke iklan-iklan nya. Ketika tiba-tiba Pak RT datang bersama seorang Polisi.
“Assalamualaikum,
“Wa alaikum salaam” jawabku, dengan seribu tanda tanya dalam diri.
Pak RT menjelaskan maksud kedatangannya. Seketika dunia seakan runtuh, mata ku berkunang-kunang,tubuhku lemas tak bertenaga. Hanya kata-kata terakhir pak RT yang masih bisa kutangkap.”istri anda mengalami kecelakaan, motornya ditabrak truk“.
Suara Emprit Gantil itu mengiang-ngiang terus dalam telingaku. Dendang kesedihan yang terus saja dinyanyikan. Lirih menusuk-nusuk hati, mengabarkan berita duka.

Catatan :
Burung Emprit Gantil : Burung bertubuh kecil ini dipercaya oleh sebagian orang sebagai burung penanda bahwa akan ada orang yang meninggal. Dijawa disebut prit gantil, ada juga yang menyebutnya burung wik wik