Sabtu, 28 Mei 2011


Jamu dengan segala potensi yang dimilinya sesungguhnya adalah aset bangsa Indonesia yang seharusnya dapat di jaga dan ditingkatkan kualitasnya. Kedepan akan semakin banyak orang yang akan kembali mengkonsumsi minuman kesehatan tradiisonal semacam ini. Seruan kembali ke alam, sudah mulai di dengungkan oleh masyarakat diseluruh dunia. Barat dengan segala kemajuan teknologi yang dimilikinya pun saat ini mulai kembali melirik potensi besar yang terkandung dalam bahan-bahan alami yang ada pada tumbuhan. Indonesia meriupakan salah satu negara yang mempunyai potensi alam yang sangat besar untuk di gunakan sebagai bahan alami pembuatan obat. Sejarah panjang pun telah kita torehkan dalam usaha memanfaatkan bahan-bahan alam dalam bidang pengobatan.

Jamu sudah dikenal dalam mayarakat kita selama ratusan tahun. Budaya yang awalnya hanya hidup dibalik dinding-dinding keraton di Jawa ini akhirnya berkembang di masyarakat. Dulu Racikan jamu merupakan resep rahasia dan tidak boleh diketahui oleh umum. Belakangan, keluarga keraton mulai mengajarkan dan menyebarkan rahasia pembuatan nya ke masyarakat. Alhasil industry jamu pun berkembang dengan sangat baik. Dari mulai usaha keluarga sampai ke industry besar, jamu gendong maupun jamu seduh pabrikan.

Tidak ada data yang pasti sejak kapan jamu di jajakan dengan cara di gendong. Yang jelas penjual jamu gendong sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu. Budaya minum jamu termasuk juga penjualnya tak lekang oleh waktu, Malah semakin berkembang. Jamu di racik dari mulai rumah sederhana sampai pabrikan besar. Perusahaan-perusahaan besar jamu bahkan sudah mengekspor jamu ke manca Negara.



Konsumen nya pun merata dari mulai buruh pabrik sampai ibu-ibu pejabat. Kalangan kelas bawah, menengah sampai kelas atas pun masih suka dengan jamu. Khasiat jamu di yakini benar keampuhannya untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Maka tak heran si mbakyu jamu akan selalu ada di sekitar kita.

Tampilan umum dari seorang penjual jamu gendong adalah memakai kain, membawa bakul berisi botol-botol jamu, sedangkan tangan krinya membawa ember kecil untuk mencuci gelas. Bakul di kaitkan ketubuh dengan kain lurik panjang. Ciri ini terus bertahan selama bertahun-tahun, meskipun kini sudah mulai ada yang tidak lagi menggunakannya. Beban yang dibawa seorang penjual jamu lumayan berat, apalagi bila jarak yang ditempuhnya cukup jauh. Tak heran dengan dengan pola olahraga seperti ini penjual jamu rata-rata terlihat sehat. Belum pernah kulihat penjual jamu yang berbadan gemuk. Umum nya badan mereka langsing berisi, dibalut kain batik panjang.

Regenerasi penjual jamu gendong selalu ada. Seingatku sudah ada puluhan penjual jamu langganan ibuku dari generasi ke generasi. Dari mulai Yu minah dan yu sum di tahun 80an, yu tuti, yu nani, tahun 90an,di tahun 2000an ada yu lilik, yu lina dan sampai kini masih terus ada generasi baru, kini akupun tidak lagi terlalu hafal nama-nama mereka. Mereka semua dipanggil dengan awalan yu, merujuk pada kata mbakyu. Umumnya mereka memiliki pelanggan tetap di suatu wilayah tertentu. Jadi bila sudah ada penjual jamu yang menjadi langganan disuatu wilayah, penjual jamu yang lain tidak akan masuk kedaerah itu. Semacam kode etik yang tidak tertulis diantara mereka.

Penjual jamu gendong biasanya meracik sendiri bahan-bahan yang akan dibuat jamu. Kemudian dimasukan dalam wadah botol-botol gelas atau plastik. Jenis-jenis jamu yang umum ada dalam keranjang jamu gendong adalah, jamu beras kencur,kunir asem dan jamu pahitan. Ketiga jenis jamu ini adalah jamu yang paling umum di jajakan oleh penjual jamu gendong. Jamu lainnya yang biasa mereka bawa adalah jamu produk dari pabrikan seperti jamu tolak angin, pegal linu, sehat lelaki dll. Jamu ini diseduh kemudian dicampurkan madu dan telur ayam kampung.

Pola penjualan jamu seperti ini terbukti efektif menjangkau konsumen di perumahan-perumahan mewah maupun di kampung-kampung becek di daerahku ini. Apalagi di musim hujan seperti ini,kehadiran mbakyu jamu gendong selalu banyak di nantikan. Konsumennya bukan hanya ibu-ibu dan bapak-bapak bahkan anak-anak pun menyukainya. Tak heran dipagi hari selalu saja ada keramaian orang merubungi tukang jamu. Minum jamu di pagi hari sebelum beraktivitas memang terasa menyegarkan. Rasa pahit jamu memang sudah akrab dengan lidah orang Indonesia. Terbukti meskipun pahit masih banyak orang Indoensia yang menggemarinya. Ditengah mahalnya biaya dokter dan obat-obatan modern, jamu merupakan alternatif pengobatan murah. baik untuk mencegah maupun mengobati. Terutama untu penyakit-penyakit ringan seperti flu, batuk, demam dan masuk angin yang biasa menjangkit di musim hujan seperi sekarang ini.

Jamu gendong dengan segala lika-liku yang menyertainya telah turut andil, dalam menjaga kesehatan masyarakat. Di sisi ekonomi, usaha jamu gendong juga terbukti mampu bertahan dan berkembang. Di tengah modernitas kota, jamu gendong tetap eksis melayani konsumen setianya.Meskipun saat ini banyak kios-kios jamu maupun kafe modern yang menjual jamu, tetap terasa keintiman yang lebih ketika menikmati jamu gendong si mbakyu. Jamu yang diolah tangan-tangan trampil dan terasah selama bertahun-tahun dan disajikan dengan sepenuh hati tentu memberi nilai lebih dari sekedar minum jamu. Keakraban diantara penjual dan para pembeli merupakan nilai positif yang terus ada dari sosok penjual jamu gendong.

Senin, 09 Mei 2011


Di awal tahun ini BPS (Biro Pusat Statistik) merilis jumlah penganguran sebanyak 8,32 juta orang. Dari jumlah itu 11,92% adalah lulusan S-1, 12,78% Diploma dan lainnya 3,81%. Jumlah ini tentu saja cukup memprihatinkan. Biaya pendidikan tidaklah murah di negeri ini. Berharap dengan gelar sarjana atau diploma yang diperoleh akan mudah memperoleh pekerjaan yang layak. Namun harapan tinggalah angan. Seringkali jumlah kebutuhan tenaga terdidik untuk satu bidang pekerjaan tidak sesuai dengan jumlah lulusan yang di hasilkan. Belum lagi masalah kemampuan individunya. Maka tak heran jumlah pengangguran terus menjadi masalah klasik dari tahun ke tahun.

Keterbatasan peluang kerja membuat banyak tenaga terdidik ini akhirnya mengambil peluang kerja apa saja yang ada. Saat ini sudah dianggap lumrah bila ada sarjana pertanian yang bekerja di Perbankan ataupun asuransi. Peluang kerja apapun akhirnya akan di kejar oleh para pencari kerja ini Kemampuan para sarjana Indonesia bekerja pada bidang yang bukan bidang nya telah terbukti. Banyak dari mereka yang sukses bekerja justru bukan pada bidang yang mereka pelajari sebelumnya. Memang tidak ada salahnya orang bekerja di bidang apa saja, meskipun itu tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan nya.Namun alangkah lebih baik bila pekerjaan yang kita lakoni berdasarkan latar belakan pendidikan yang memang kita tempuh. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada sarjana dan diploma. Di jenjang SMU dan SMK pun sama saja.


industri garmen banyak menyerap tenaga kerja lulusan SMU dan SMK


Ujian nasional untuk SMU dan sederajat baru saja usai, kesibukan lain sudah menunggu para mantan siswa ini. Untuk siswa yang orang tuanya mampu mereka sibuk mempersiapkan diri untuk ujian masuk ke perguruan tinggi negeri maupun swasta. Bagi yang tidak mampu, inilah awal perjuangan baru. Ribuan lulusan SMU dan sederajat mulai berjuang mencari pekerjaan. Pelajaran-pelajaran disekolah yang mereka pelajari selama bertahun-tahun, tidak menjadikan mereka mudah mencari pekerjaan. Jenis pekerjaan yang mereka lakoni umumnya jauh dari ilmu yang mereka dapat dari bangku sekolah. Lulusan SMU maupun SMK yang konon dipersiapkan untuk siap pakai pun pada kenyataanya sama saja.

Sekolah menengah Kejuruan di bidang ekonomi akhirnya bekerja di perusahaan garmen. Bukan sebagai tenaga pembukuan, administrasi atau staf pemasaran tapi sebagai operator jahit. Banyaknya industry garmen di daerah ku ini membuat lowongan kerja sebagai operator jahit lebih mudah dicari. Alhasil ribuan lulusan SMU ataupun SMK lebih banyak menjadi operator jahit.

Kebutuhan pabrik garmen terhadap operator jahit memang sangat tinggi, terutama menjelang akhir tahun. Disisi lain, banyak sekali lulusan SMU dan SMK yang menganggur. Tanpa kemampuan menjahit, perusahaan pun tidak akan mau menerima mereka. Salah satu syarat untuk bekerja di perusahaan garmen adalah mempunyai kemampuan menjahit dengan mesin jahit garmen.

Untuk menjadi operator jahit tidaklah mudah. Pelajaran menjahit tentu saja tidak ada dalam kurikulum yang di ajarkan di sekolah mereka. Maka tumbuh suburlah jasa-jasa kursus menjahit garmen. Biaya untuk satu kali kursus sebesar Rp.800.000/paket. Lulusan kursus sudah langsung di salurkan ke pabrik-pabrik garmen yang memang banyak bertebaran di sini.

Salah seorang guru yang tinggal tak jauh dari rumahku pernah melontarkan gagasan ke kepala sekolah. Dia ingin agar ada pelajaran khusus menjahit garmen dalam muatan lokal mereka. Tapi gagasan ini di tolak dengan berbagai macam alasan. Sebenarnya sang guru lebih melihat kenyataan yang ada. Kebutuhan tenaga kerja operator jahit lebih tinggi daripada administrasi maupun tenaga pembukuan. Selama ini pun 80 persen lulusan sekolah mereka lebih banyak yang bekerja di industry garmen. Sayang nya gagasan yang baik ini tidak penah di realisasikan.

Konsep link and match pernah di canangkan oleh pemerintah beberapa tahun yang lalu. Namun tampaknya itu hanya sebatas konsep diatas kertas saja. Kenyataan nya ribuan bahkan jutaan pengangguran baru tiap tahun bertambah. Tenaga terdidik ini tidak dapat terserap oleh pasar kerja yang ada. Lowongan kerja banyak namun tenaga kerja siap pakai tidak tersedia. Setidaknya inilah yang terjadi didaerah ku ini.

Kedepan sudah saatnya pemerintah memperhatikan potensi kerja yang ada di tiap daerah. Potensi kerja ini harus dapat di manfaatkan dengan maksimal. Bekali murid-murid SMU dan SMK dengan kemampuan yang sesuai dengan potensi kerja yang ada. Di daerah yang banyak industry garmen nya, tak ada salahnya pemerintah memasukan, muatan lokal nya dalam bidang jahit garmen. Ketika lulus nanti, seandainya mereka tidak melanjutkan ke perguruan tinggi pun mereka sudah punya kemampuan untuk bekerja. Berharap suatu hari nanti, Selesai Ujian Nasional, tidak ada lagi ungkapan “Selamat datang penggangguran Baru”.