This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Kamis, 29 Agustus 2013
Selembar kertas bekas sobekan majalah terbang tertiup angin. Jatuh selangkah didepanku, terlihat bait kalimat yang terpotong namun masih bisa terbaca. Lelaki Di Pintu Su…, sisa nya sudah hilang entah kemana. Penggalan kalimat itu sudah cukup membuatku terkesiap. Kuambil potongan kertas itu, kuperhatikan dengan seksama dan kubaca bait-demi bait kata yang ada. Pikiranku melayang-layang, jauh sebelum semua ini terjadi. Seorang mahasiswa teladan dengan segudang prestasi akademik yang sangat mumpuni. Anak orang kaya, berbakti kepada orang tua dan mahasiswa yang sangat shaleh dimata teman-teman. Sebuah gambaran ideal tentang seorang pemuda harapan bangsa.
Role model yang harus ditiru oleh banyak anak muda dinegara ini. Sehingga sebuah majalah merasa perlu menurunkannya dalam sebuah tulisan berseri.. Kehidupan sehari-hariku diliput, lengkap dengan bumbu-bumbu yang bisa membuat pembaca semua terpana. Masih ada ya pemuda baik seperti ini? Mungkin itu yang mereka tanyakan dalam hati. Itulah aku, pemuda sempurna menurut ukuran norma masyarakat.
“hai, kenapa kamu melamun nak? Suara dan tepukan dipunggung membuatku sedikit terkejut.
“oh eh yaa pak, sedang liat sobekan majalah ini”, jawabku sedikit gugup.
“coba bapak lihat!
“wah jangan pak”
“coba, bapak cuma mau liat aja, apa sih isinya!, suara pak Broto, teman satu sel ku, pelan namun sangat berkharisma.
Akupun menyerahkan sobekan majalah itu kepadanya.
“hmmm jadi pemuda yang dimajalah ini adalah kamu?
“iyy ya pak”. jawabku sambil menunduk. Pak Broto memperhatikanku, aku semakin menunduk. Aku dihinggapi rasa malu yang teramat sangat.
“Lelaki dipintu Surga itu hanya judul yang mereka buat pak, katanya supaya lebih menjual, saya tentu saja masih sangat jauh dari pintu itu, saya tidak sebaik yang diceritakan disitu”.
“setidaknya kebaikan yang kamu lakukan terhadap ibumu ini memang luar biasa nak, alangkah lebih baik lagi jika kamu juga melakukannya untuk orang lain”.
“tapi dimata saya, kamu masih tetap orang baik”
“maksud bapak?
“Orang baik itu bukan berarti tidak pernah berbuat kesalahan”
“Ingat nak, semakin tinggi pohon, angin akan semakin kencang menerpa. Semakin baik seseorang maka godaan yang datang pun akan semakin berat. Anggap saja ujian yang kemarin itu kamu gagal, dan saat ini kamu harus belajar lagi. Disini akan banyak sekali waktu untuk belajar, merenung dan mendekatkan diri kepadaNya. Waktu khusus yang tidak akan kamu dapatkan diluar sana. Satu yang harus kamu ingat, Meskipun kamu sudah mendekati pintu surga, Kamu bisa saja tergelincir kembali menjauhi pintu yang sudah kau dekati itu”.
Aku termenung meresapi kata-kata bijak pak Broto. Dia adalah mantan pejabat yang terpaksa juga harus mendekam dipenjara ini. Kebijakan yang dianggap menguntungakan salah satu peserta tender membuatnya dianggap merugikan Negara. Vonis 6 tahun sudah dijalaninya selama lebih dari empat tahun. Kabarnya setelah dipotong remisi, tiga bulan lagi pak Broto akan bebas.
“setan bisa berbentuk apa saja nak, mereka tidak akan bosan-bosannya membujuk manusia. Termasuk juga pada orang-orang yang beriman kuat. Setiap manusia punya sisi lemah yang akan dimanfaatkan untuk menjatuhkannya”.
Suara Adzan mulai bergema, shalat zhuhur akan segera dimulai. Kami bergegas menuju ke masjid yang ada dalam kompleks rutan.
******
Jamaah sudah mulai meninggalkan masjid. Aku masih saja khusyuk dalam doa-doaku. Titik air mata tak mampu lagi kubendung. Selaksa penyesalan bergemuruh dalam dada.
“Ya Allah, yang maha membolak-balikan hati manusia, teguhkanlah hatiku ini agar tetap senantiasa di jalan Mu. Kesuksesanku selama ini membuatku sombong dan takabur. Hingga suatu saat aku tak bisa lagi membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Uang jahanam itu yang telah meninggikan derajatku dimata manusia, dan kini uang itu pula yang membenamkanku ketempat yang hina ini. Ampuni aku ya Allah…….
Rabu, 28 Agustus 2013
“Tok tok tok, Assalamualaikum, Lastri…………..Lastri, buka pintu nya”, suara ketukan pintu mengagetkan Lastri yang baru saja usai menunaikan shalat maghrib. ‘wa alllakum salaam, bang Panjul ya, sebentar bang”, Lastri bergegas menuju pintu depan. Suara derit pintu segera terdengar, mengiringi suara parau bang panjul
“waduhh gawaat Las….gawat…..!
“Gawat kenapa bang, kenapa tangan abang luka-luka dan wajah abang juga lebam-lebam begitu?
“Anu Las anu…..aku, ehh bis ku kecelakaan!!
“Kecelakaan”? ya tapi syukurlah abang masih selamat kan?
“ yaa, tapi…. ,Panjul termenung beberapa saat, hatinya bimbang untuk menceritakan kejadian yang sesunguhnya.
“sudahlah abang mandi saja dulu, shalat dulu, biar nanti luka-lukanya Lastri obati”
**********
Hari mulai beranjak malam ketika suara ketukan keras di pintu kembali terdengar, Lastri bergegas turun dari tempat tidur. Ketika pintu dibuka tampak olehnya pak RT bersama empat orang berbadan tegap dengan rambut cepak, berjaket hitam.
“Selamat malam bu Lastri, bang Panjul ada?
Ada pak? aa …ada apa ya?
Belum selesai kekagetan Lastri, bang Panjul sudah keluar dari kamar.
Seorang petugas bergegas masuk, tiga lainnya waspada mengawasinya.
“ Anda yang benama Panjul?
“Ya pak!, Panjul menjawab sambil tertunduk lesu
Anda Supir Bis BAKTI KITA?
“ya, ya , pak!
“Mari ikut kami ke kantor Polisi, banyak hal yang harus anda pertanggungjawabkan”
Panjul hanya tertundul lesu ketika dua tangannya dikalungi borgol.
Loh kenapa suami saya ditangkap pak? salah suami saya apa pak? Lastri mulai panik. Pikiran polosnya masih tidak dapat mencerna kaitan antara kedatangan polisi dan kecelakaan yang dialami suaminya.
“Bis bang Panjul masuk jurang bu, banyak korban jiwa, jadi bang Panjul harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, kata pak RT berusaha menjelaskan.
Panjul digiring masuk kedalam mobil petugas. Wajahnya nelangsa, lesu sambil menatap isterinya. “Maafkan abang Las, rem bis abang rusak, abang ngak bisa kendaliin itu bis, akhirnya banyak korban, abang panik terus lari ke sini”, Panjul berkata lirih.
Pak.., bapak, .. bapak , bapak mau kemana? bapak mau kemana? Suara Anisa anak semata wayangnya membuat miris hati Panjul. “bapak pergi dulu nak, nanti bapak kembali lagi bawa oleh-oleh ya” ,setitik air mata tak dapat panjul tahan, jatuh dari ujung kelopak matanya. Terbayang hukuman yang akan diterimanya. Siapa yang akan membiayai kehidupan anak isterinya kelak.
Deru mobil petugas segera berlalu menyisakan Lastri dan Anisa putri kecilnya.
Mengapa bapak di tangkap polisi bu? bapak kan orang baik bu?
Sesaat Lastri tak mampu menjawab, hanya linangan air mata yang yang coba diusapnya. Anisa yang berumur 8 tahun sudah terlalu pintar untuk dibohongi.
“Bis yang bapak bawa, rem nya blong terus masuk jurang, banyak korban yang meninggal nak, bapak harus bertanggung jawab”, Lastri menjelaskan sambil menahan isak tangisnya.
“Loh, kenapa bapak yang harus bertanggung jawab bu? Bapak kan korban kecelakaan juga? terus bisnya kan bukan punya bapak, bapak kan cuma supir?
Lastri tak bisa menjawab, bergegas dia gendong Anisa, masuk kedalam rumah. “kita tidur saja ya nak, hari sudah malam, semoga besok bapak mu sudah boleh pulang”.
Malam mulai bergulir, pagi hampir menjelang namun tak sekejap pun Lastri tertidur. Pikirannya masih mencoba mencari jawaban atas nasib orang kecil seperti dirinya. “mengapa bang Panjul yang harus bertanggung jawab?. Di perusahaan itu tugas bang Panjul cuma supir yang bawa penumpang sampai ke tujuan.
Teringat obrolan beberapa hari lalu ketika bang Panjul mengeluhkan beberapa sparepart bis yang seharusnya sudah diganti tapi belum juga diganti. Bos beralasan suku cadang sekarang sedang naik tinggi, kalau masih bisa diakali pakai saja yang lama dulu. Kejadian seperti itu menurut cerita bang Panjul bukannya yang pertama kali. Seringkali mekanik yang bertugas mengurus mobil, harus mengakali sparepart yang sudah rusak supaya bisa dipakai lagi. “Seharusnya bos bang panjul dong yang disalahkan”? hati kecilnya berteriak.
Adzan subuh mulai bergema, Lastri bergegas menunaikan shalat. Dalam dinginnya pagi, Lastri mencoba menerima semua cobaan yang diberikan kepadanya. “Ya Allah jika memang ini adalah kehendakmu, berikanlah hamba dan bang Panjul ketabahan untuk menjalani semua cobaan ini”. Rintik hujan mulai turun disubuh yang hening ini, langit pun sepertinya menangis melihat nasib rakyat kecil seperti dirinya.
“Surti, ini aku Sur…., Mas Narto, kamu masih ingat?
“hi hi hi hi hi, aku orang kaya, rumah ku besar, aku ngak mau pulang ….aku ngak mau pulang, mulutnya menyeringai, sesaat kemudian terdiam…….
Aku terdiam menatap wanita muda di hadapanku ini. Teringat betapa dulu aku penah sangat mendambakannya. Betapa tidak, enam tahun lalu, Surti adalah kembang desa di kampung kami. Wajahnya cantik, ramah dan selalu ceria. Kemiskinan yang membelenggu keluarga nya membuatnya nekat mengadu nasib menjadi TKW ke arab Saudi. Tahun ketiga setelah kepergiannya, Surti pulang. Seisi kampung menyambut nya dengan takjub. Surti pulang dengan penuh kemenanganan. Wajahnya sumringah, kecantikannya memancar seiring dengan dandanan nya yang semakin modis. Tak beda dengan dandanan orang-orang kota yang sering kami lihat di layar TV.
Sebentar saja, semua lelaki di kampungku membicarakannya. Tidak hanya yang muda, orang-orang tua pun dibuat belingsatan melihat kecantikannya. Namun itu hanya sebentar, karena kemudian terbertik kabar jika Surti akan segera menikah dengan pemuda pilihannya. Konon mereka bertemu ketika Surti masih berada di balai latihan TKW di Jakarta. Surti disunting oleh pemuda beruntung itu. Pesta besar pun kemudian dilaksanakan, di iringi sumpah serapah dalam hati seluruh pemuda kampung, termasuk juga diriku. Pupus sudah harapan cintaku di gondol orang.
Tiga tahun hidup berumah tangga, kehidupan ekonominya bukan bertambah baik. Partono suaminya adalah seorang pemalas. Kerjanya setiap hari hanya berjudi, dari mulai sabung ayam hingga judi togel. Ketika anak pertamanya lahir, kehidupan semakin sulit saja. Uang tabungan Surti dari bekerja di Arab Saudi mulai habis. Warung kecil yang dulu diharapkan bisa menjadi penopang kehidupannya ahirnya bangkrut.
“Surti, lebih baik kamu kerja lagi saja di Arab Saudi, biar Budi anak kita, aku yang merawatnya, toh dia juga sudah besar sekarang”, kata suaminya suatu sore.
“tapi akhir-akhir ini aku dengar di berita, disana makin tidak aman mas, banyak TKW yang disiksa, aku takut” sahut surti.
“dulu kan kamu pernah kerja disana, toh ngak apa-apa kan?
“Sudahlah mendingan kamu kerja lagi saja ke Luar negeri, besok aku urus semua dokumen nya”. Nada suara Partono meninggi.
Surti tertunduk, rasanya dia tidak bisa membantah suaminya. Ekonomi mereka memang sedang sulit. Satu-satunya jalan, dia memang harus kembali bekerja. Namun yang menjadi ganjalan nya adalah Budi. Anak semata wayangnya yang baru berusia dua setangah tahun. Rasanya berat sekali berpisah dengan anaknya ini.
Dengan sejuta keraguan dalam hati, Surti pun berangkat ke tanah harapan. Mimpi indah yang coba di raihnya kembali. Namun impian tinggalah impian karena yang didapat adalah sejuta siksaan. Belum genap dua tahun, diapun terpaksa dipulangkan. Petugas mendapatinya terlunta-lunta di jalanan setelah sekelompok orang tak dikenal memperkosanya.
Surti pulang dengan wajah tertunduk, malu, sedih dan putus asa bercampur aduk menjadi satu. Bersamanya beberapa orang juga terpaksa dipulangkan dengan berbagai macam sebab. Mereka adalah orang-orang kalah yang kembali ke kampung halaman dengan sejuta cibiran. Ada saja mulut-mulut usil yang bukannya bersimpati malah menyebarkan berita negative perihal kepulangan mereka.
Surti disambut oleh Budi serta kedua orang tuanya. Tak Nampak Partono suaminya diantara mereka.
“ Kemana mas Tono, bu?
“ehhh anu ehh lagi sibuk, jadi ngak sempet ikut”, bu Kusmi menjawab tergagap. Dia tak ingin membebani pikiran putrinya dengan berita yang sedang heboh dikampung.
“kamu sudah besar ya bud, sudah tinggi sekarang”
“mana oleh-olehnya bu? Aku mau robot-robotan bu? “ Budi menarik-narik tangan ibunya
“ya, nanti kita beli ya nak”, Jawabnya dengan bergetar, Mata Surti berkaca-kaca. Jangankan untuk membelikan oleh-oleh, untuk beli makan saja saat ini dia tidak punya uang sama sekali. Pakaian yang dipakaipun hasil pemberian dari orang di KBRI. Biaya untuk pulang sampai ke desa, semua ditanggung oleh pemerintah.
Dia termangu-mangu dalam perjalanan pulang, “Semoga saja Mas Partono bisa mengerti keadaanku”. Komunikasi terakhirku dengan Mas Partono membuatku sedikir optimis, bahwa semua akan baik-baik saja.
“maafkan aku ya Sur, aku jadi buat kamu menderita seperti ini, nanti setelah kamu pulang kita mulai lagi menata kehidupan kita”, suaranya meyakinkanku.
“uang yang kamu kirimkan selama satu tahun kemarin, aku pakai untuk beli motor. Aku pakai ngojek, buat menafkahi anak kita. Sisanya aku tambhakan untuk modal bikin warung lagi didepan rumah bapak.”
“Kamu tak perlu lagi bekerja keras, biarkan aku saja yang mencari nafkah”
“oh terima kasih mas, jika uang yang aku kirimkan bisa kau gunakan dengan sebaik-baiknya. Aku benar-benar rindu kepada keluarga kita mas.
******
Jalan aspal yang mulus mulai terasa bergelombang dan tak lama kemudian berbatu-batu. Surti tersentak dari lamunannya. Desa yang asri dengan deretan sawah dan pohon-pohon buah-buahan menyambutnya. Jalan yang berbatu membuat mobil yang membawanya berjalan perlahan. Matanya bertumbuk pada dua orang yang sedang berboncengan motor di depan nya. Seorang wanita bertubuh seksi tampak dengan mesra memeluk si pengendara motor. Entah apa yang mereka bicarakan, terlihat mereka tertawa-tawa. Gaya centil siwanita membuatnya risih. Surti memalingkan mukanya dari pemandangan di depannya.
Tiba-tiba, budi berteriak,
Itu bapak, bu…….bu itu bapak”, serunya. Surti terkesiap, “ mana, Bud?
“Itu yang lagi boncengan motor”
Hatinya mendidih, itu memang benar suaminya…… “mas, berhenti kamu!! Teriaknya dari dalam mobil. Partono menengok, tampak kaget dan kemudian malah tancap gas, dan segera menghilang di ujung jalan sana. Cerita-cerita yang didengar berikutnya seperti godam besar yang di pukulkan ke kepalanya.Surti benar-benar terguncang mendengar hal yang sedang terjadi. Uang yang di kirimkannya ternyata digunakan oleh suaminya untuk menikah lagi.
*********
Rambutnya yang dulu hitam mengkilat kini tampak kusam. Kulitnya yang kuning langsat sekarang di penuhi koreng dan bintik-bintik merah bekas gigitan nyamuk. Layu sudah bunga yang dulu dikelilingi kumbang. Orang tua Surti sudah tidak mampu lagi membiayai pengobatannya.
Wajahnya menyeringai menampakan gigi nya yang kuning. Hi hi hi…..
“Aku cantik dan kaya raya, uangku banyak….uangku banyak……..
Aku beranjak meninggalkannya. Jika saja negeri kaya sumber daya alam ini dikelola dengan penuh dedikasi dan kejujuran. Rasanya tak perlu lagi rakyat kecil mempertaruhkan nyawa mencari pekerjaan dinegeri orang.
Cerita terinspirasi dari berita di viva news.com tanggal 17 februari 2012, berjudul “Derita TKI yang dipasung”
Hadirnya buah hati merupakan suatu kebahagiaan yang tak terkira buat banyak orang. Namun untuk dirinya, kehadiran mereka benar-benar membuat hatinya diliputi sejuta kebimbangan. Bagaimana dia bisa merawat mereka. Sementara dua anak yang lainnya saja tidak dapat dia penuhi kebutuhan sehari-harinya.
Beban ekonomi yang dirasakannya bertambah berat terutama semenjak Mas Paijo pergi meninggalkannya tiga bulan yang lalu. Lelaki pemabuk itu meninggalkan dia dan anak-anak mereka tanpa pesan apa-apa. Gajinya sebagai pembantu rumah tangga, tentu saja tidak cukup untuk menutup semua kebutuhan sehari-hari.
Teringat percakapannya dengan seorang ibu paruh baya yang kemarin datang ke rumahnya.
“Bu Partini, lucu sekali bayi nya. Ini ada sedikit oleh-oleh buat merayakan kehadiran bayi-bayi lucu ini”.
“terima kasih ya bu, tapi maaf Ibu ini siapa ya?
“oh ya, saya bu Tuti, temannya bu Siti majikan ibu.
“Saya tau dari Bu Siti, katanya pembantunya yang bernama Partini baru saja melahirkan bayi kembar yang lucu”
“oh, terima kasih ya bu….
“merawat bayi kembar seperti ini pasti butuh biaya yang besar ya bu? Tanya bu Tuti dengan mimik penuh perhatian.
“ya begitulah bu, untuk biaya persalinan saja saya masih berhutang ke Paraji yang di ujung gang sana”
“untuk biaya sehari-hari darimana?
“ngak tau bu, saya juga bingung, suami saya juga pergi entah kemana, sementara ini masih ada sisa sedikit uang dari Bu Siti”.
“ehmm kasihan sekali ya”
“Begini bu, keponakan saya sudah menikah 3 tahun tapi belum juga dikarunia anak. Dia sangat mendambakan punya momongan.” Maaf ya bu, kalau ibu mau, bagaimana kalau anak ibu yang satu, atau dua-duanya, ibu berikan saja kepada keponakan saya. Bukannya menghina, tapi apakah ibu sanggup merawat dua bayi sekaligus? Biayanya pasti sangat banyak. Nanti, ya adalalah uang penggantiannya. Biaya Paraji biar saya yang bayar, gimana bu?
Partini termenung sejenak, hatinya bimbang. Hati kecilnya rasanya tidak tega jika harus berpisah dengan putri kecilnya.
“ehh gimana ya bu? Saya bingung, nanti saya pikir-pikir dulu ya bu….”
“Ibu pikirkan saja dulu, tapi apa ibu tega, mereka hidup tapi terlantar? Bocah bayi seperti mereka harusnya terpenuhi semua kecukupan gizinya bu. kasihan kalau bocah sekecil ini sampai harus kekurangan gizi”.
“Baiklah, nanti dua hari lagi saya kembali lagi ya”…..
*********
Partini bersandar pada bale-bale di depan rumahnya, di dada kiri, bayi mungilnya sedang menyusu. Pagi mulai menggeliat, ufuk timur sudah mulai benderang. Aroma humus dan ilalang mengepung dari halaman rumahnya. Aroma yang selalu memberinya ketenangan ditengah hiruk pikuk kota.
Dua anak lainnya sedang bersiap berangkat ke sekolah.
“bu, uang jajan nya mana? Dua jagoan ciliknya tiba-tiba muncul dari dalam rumah.
“ibu ngak ada uang nak, maaf ya? Rasanya Partini ingin menangis, dadanya terasa sesak.
“ini si mbah ada uang dua ribu nih! Suara si mbah dari dalam rumah.
Dua bocah itu berlari kedalam rumah. Neneknya memberi mereka masing-masing seribu rupiah. Wajah riang segera terpancar dari keduanya. Untunglah jarak rumah kesekolah tidak terlalu jauh. Mereka berangkat sekolah cukup jalan kaki saja.
“hati-hati dijalan ya nak”…….
“ya bu, assalammualaikum………..
“wa aalaikum saaalam, seru Partini dengan pandangan mata haru.
Partini baru saja akan masuk kedalam rumah ketika dilihatnya Ibu Tuti datang bersama seorang temannya. Sebuah mobil tampak menunggu di ujung jalan sana. Setelah mempersilahkan tamunya duduk, Partini bergegas kedalam kamar. Masih saja hatinya bimbang.
“ada apa toh nduk? Suara ibunya bertanya dengan suara pelan
“kalau kamu ragu-ragu, sebaiknya tidak usah kamu berikan”
“ndak bu, aku memang harus memilih. Ini demi masa depan sikembar, juga masa depan Fauzan dan Fery. Jika aku berikan dua anak ini, paling tidak mereka akan punya masa depan yang lebih baik. Aku bisa kembali bekerja. Fauzan dan Feri tak perlu kekurangan uang jajan.
******
Mobil itu segera berlalu, mata Partini tak juga beranjak dari mobil yang mulai menjauh dari pandangannya. Hatinya serasa di iris-iris, dua butir air mata jatuh dari kedua pelupuk matanya. Tangannya masih menggenggam amplop coklat yang tadi diberikan ibu Tuti.
“kamu harus punya kehidupan yang lebih baik nak, ini pilihan yang ibu rasa paling baik, maafkan ibu nak”, serunya dalam hati.
Tangan renta Ibu memeluknya, “ sudahlah nduk, jika Allah mengijinkan, suatu saat pasti kamu akan bertemu lagi dengan mereka.
********
Hari berganti, partini sudah mulai bekerja lagi. Pikirannya mulai agak tenang meskipun masih sering teringat kepada dua putri kembarnya. Kehidupannya sudah mulai bisa kembali normal. Uang yang diberikan oleh bu Tuti, sebagian digunakan untuk melunasi hutang-hutangnya. Sebagian lagi dibelikan beras dan kebutuhan sehari-hari.
Partini baru saja selesai menunaikan shalat Maghrib bersama dua orang anaknya,ketika tiba-tiba pintu depan diketuk orang.
“Assalamualaikum…….Bu partini, saya pak RT bu………! Suara orang diluar sana memanggil-manggil namanya.
“waaalikum salam, Partini bergegas membuka pintu depan. DI luar rumah tampak pak RT bersama tiga orang berbadan tegap. Disampingnya tampak Bu Tuti yang di apit erat dua orang wanita berambut pendek.
“Ibu yang bernama Partini?
“Ya, pak ada apa ya? tanya nya dengan wajah bingung
“Ibu harus ikut ke kantor polisi, karena ibu diduga terlibat dalam sindikat perdagangan bayi. Mari bu, ibu harus mempertanggungjawabkan perbuatan ibu. Menjual dan memperdagangkan bayi adalah perbuatan melawan hukum” suara polisi tadi bagaikan godam besar yang dihantamkan ke kepalanya. Pikirannya melayang-layang, menyeruak kedalam relung-relung hatinya yang paling dalam. Mengapa hidup ini demikian kejamnya, ini sungguh tak adil, teriaknya dalam hati……