Sabtu, 18 Desember 2010

SEPENGGAL KISAH YANG TERTINGGAL DI JATINANGOR

Panas, Gersang dan Udara yang kering, dengan debu yang beterbangan terbawa angin,. Bis-bis luar kota berkecapatan tinggi membelah jalan kecil yang dipadati oleh lalulintas. Tak ketinggalan truk-truk tanah bertuliskan ABRA atau RYAN berseliweran membawa gundukan tanah merah.Bis Damri yang disesaki oleh Mahasiswa-mahasiswi, angkot-angkot butut yang ngetem didepan gerbang kampus, itulah gambaran jatinangor masa 1990an. Dibalik itu semua ada sepenggal kenangan yang sulit untuk dilupakan disini.

Tempat kos Teh euis,demikian orang-orang biasa menyebutnya, karena pemiliknya memang Ibu Euis, seorang wanita yang terlihat masih cantik di usianya yang 40 an tahun, rambut panjang dengan body yang masih lumayan aduhai, membuat kita sering menjadikannya bahan bualan untuk meramaikan obrolan. Nama tempat kosnya sendiri adalah permata Bunda, terdiri dari 9 kamar, 4 kamar berada di pavilion rumah, 3 kamar dibelakang rumah dan 2 kamar lainnyaa ada didalam rumah. 2 kamar tersebut khusus diperuntukan bagi kaum hawa. Andro Prihastowo teman sefakultas mengajak ku pindah ketempat ini seminggu setelah aku kesulitan mencari tempat kos yang layak. Kami bertemu di depan Kampus UNPAD Jl.Dipati ukur, ketika hendak pulang ke Jakarta.

Ditempat kos ini, semua kamar sudah terisi, akau menempati kamar depan, disampingku ada mas Widodo dan Lulus Puryadi, mahasiswa kehutanan AIK, disebelahnya Adi mulywan (fapet Unpad) dan kamar lainnya ada Nendy (IKOPIN),. Dikamar belakang ada Nur husna, Ujang, Agus Duyeh (AIK), Andro (Fapet Unpad), Agus Judeng dan Uus ariyanto (Faperta Unpad). Dikamar belakang inilah kami biasanya bercengkrama sambil bermain gitar. Untuk mencuci baju ada Bik Oneng yang setia membawa baju kotor kami kerumahnya untuk dicuci.

Kontur tanah yang tidak rata, membuat posisi kamar ada dibawah rumah induk yang bertingkat 2. Rumah induk dibangun dengan kaca besar pada ruang tengah rumah. Bila malam tiba kami beramai-ramai sering nongkrong dibawah pohon jambu batu. Dari situ kami dapat melihat pemandangan indah ke arah rumah, karena yang empunya rumah seringkali hanya mengenakan pakaian daster tipis, Duduk menonton TV sambil merokok. Sehingga muncul idiom STMJ (**** Teteh Montok Juga) dari mas Widodo. Teh Euis sangat ramah dan humoris berbeda 180 derajat dengan suaminya yang tampak angker dan dingin, maklum si Aa ini mantan "jagoan" yang kemudian menjadi kepala perparkiran di bandung. Hubungan kami dengan pemilik kos sebenarnya cukup dekat, dan merekapun sangat baik kepada kami.

MUSIM KEMARAU YANG MENYIKSA

Air adalah barang langka di musim kemarau seperti ini, bisa mandi adalah sebuah anugerah. Debit air yang sangat sedikit membuat sumur pompa Dragon di belakang rumah kos hanya mampu memberi maksimal 2 ember air. Jika ingin mandi kami harus berebut bangun paling pagi sebelum yang lainnya bangun. Untuk orang-orang yang sulit bangun pagi seperti aku tentu saja tidak pernah kebagian air untuk mandi. Sebelum azan subuh bergema kami harus berlomba dengan waktu, siapa yang paling dulu memegang tongkat Dragon dialah pemenang untuk hari ini. Air dipompa kemudian ditampung dalam 2 ember air, lalu disimpan didalam kamar, dijaga dengan hati-hati seperti menjaga batangan emas, Nanti jam 7 pagi baru dibawa kekamar mandi. Aroma kamar mandi di musim kemarau seperti ini sudah seperti WC umum di terminal –terminal, Baunya sudah tercium dari radius 20 meteran.

Suara berderit dari gagang pompa dragon yang menyayat hati adalah pertanda bahwa kami sudah kalah, karena itu berarti sudah ada yang bangun terlebih dahulu. Lupakan mandi pagi, karena Cuma ada jatah air di botol aqua untuk sikat gigi dan sedikit cuci muka. Semprotkan parfum dibadan untuk sedikit menyamarkan bau keringat,dan kamipun siap berangkat kuliah pagi. Terkadang kamipun terpaksa menumpang mandi ditempat kos teman ataupun di kampus, paling tidak jatah mandi satu kali sehari pun cukup lah. Itulah masalah sehari-hari yang kami hadapi dimusim kemarau ini.

PREMAN KAMPUNG

Didepan tempat kos adalah pangkalan ojek dan preman, sempat takut juga waktu lihat-lihat wajah sangar yang tak bersahabat. Salah satunya adalah Boman, kepala preman di desa cikeruh ini, sering bertelanjang dada menampilkan tato ular cobra (ular sawah, ya??) yang sudah tampak pudar diatas kulit yang bertabur panu di lengannya. Otot bisep yang keliatan kerempeng itu dengan bangga ingin diperlihatkan kepada orang yang melihatnya. Apalagi bila ada mahasiswi lewat, tingkahnya tampak sangat berlebihan. Sebilah pisau dapur selalu terselip di pinggangnya,untuk menunjukan jati dirinya sebagai preman.



Setiap malam minggu, didepan tempat kos ku ini menjadi ajang pesta Miras dari preman-preman kampung di desa ini. Tapi tak satupun dari mereka berani masuk ke dalam tempat kos. Di tempat kos ini sering berkumpul RIMBAWAN (unit pencinta alam AIK), yang bertubuh besar-besar sehingga mereka tampaknya takut juga.

Fenomena munculnya preman-preman ini mungkin juga sebagai peristiwa Shock Culture ( Jadi inget kuliah ISD , Ilmu social Dasar ya..??) ketika kampung mereka yang dulunya sepi tiba-tiba di banjiri oleh pendatang dari berbagai daerah. Mahaiswa-mahasiswi ini membawa budaya-budaya yag berbeda dari daerah asal meraka. Baron Baud pun tidak akan pernah menyangka bahwa tanah perkebunan karet miliknya, seratus tahun kemudian akan berubah seperti ini. Mereka tercerabut dari akar budaya mereka yang sebagian besar adalah petani, lahan pertanian mulai meyusut dari tahun-ke tahun. Berganti dengan tempar kos yang sayangnya sebagaian besar dimilki oleh orang –orang dari luar daerah jatinangor.

Preman-preman atau orang-orang yang tidak jelas pekerjaan nya ini sesunguhnya merupakan orang-orang kalah yang tersingkir dari kampung mereka sendiri. Sawah habis terjual, tapi uang nya pun akhirnya habis untuk keperluan hidup sehari-hari dan barang-barang konsumsi. Profesi petani dipandang sebagai pekerjaan tidak bergengsi oleh generasi mereka, tapi pekerjaan lain pun mereka tidak mampu. Akhirnya Ojek motor adalah satu-satunya mata pencarian andalan mereka, yang lainnya hanya nongkrong-nongkrong saja, menebar pesona atau sekedar menunjukan eksistensi mereka sebagai pemilik kampung.

RUMAH HANTU

Dari masalah air dan fasilitas lain yang tidak bisa diberikan oleh pemilik kos akhirnya beberapa rekan di tempat kos bersitegang dengan Pemilik kos. Walhasil kami pun sepakat untuk bedol desa alias pindah barengan, tapi dimana tempat kos yang dapat menampung kami semua. Ujang, salah seorang temanku mengusulkan mengontrak rumah besar di dekat tempat kos ku. Rumah itu begitu menyeramkannya sampai-sampai tidak ada yang berani menempatinya.

Awalnya beberapa dari kami merasa tidak setuju dengan pilihan ini, tetapi karena biaya sewanya yang murah dan dapat menampung kami semua, Setelah perdebatan panjang akhirnya kami pun sepakat menyew arumah ini. Kami pun akhirnya beramai-ramai pindah ke rumah besar ini, termasuk membawa serta bik Oneng (pembantu di rumah teteh Euis).



Harga sewa rumah satu tahun hanya Rp.1.100.000 dibagi 10 orang, jadi masing-masing hanya perlu membayar sebesar Rp.111.000 untuk kontrak selama satu tahun. Biaya kos yang sangat murah untuk ukuran saat itu. Pemilik rumah yang tinggal di Cicaheum hanya berpesan kepada kami agar menjaga dan merawat rumahnya, karena ia khawatir jika rumah nya semakain rusak karena lama tidak ditempati. Ditempat ini nambah penghuji baru yaitu Yana (Faperta Unpad) dan AA (kakaknya nendy, Sastra Unpad). Lengkapnya adalah : Andro Prihastowo, Wisnu Mustafa, Adi Mulyawan (Fapet Unpad), Ujang,Heri,Husna, Agus Duyeh, Lulus Puryadi,Widodo (AIK/Unwim), Nendy (IKOPIN), belakangan ikut bergabung Anto dan supriyadi (Unwim).

Ketika masuk untuk pertama kali kerumah ini. Kesan angker sudah terasa, bulu kuduk terasa berdiri, Alang-alang setinggi pinggang menyambut kami di halaman.

SELAMAT DATANG SELAMAT JALAN

Itulah sepenggal kalimat yang tertera pada papan penunjuk jalan yang berada persis di depan rumah itu. Bila dari arah bandung terbaca selamat jalan,sedangkandari arah sumedang terbaca selamat datang. Sebuah rumah besar di pinggir jalan raya perbatasan Bandung dan Sumedang yang ramai oleh hiruk pikuk lalulintas kendaraan.

Rumah ini mempunyai 7 kamar dengan ruang tamu yang luas di tengahnya. Cat nya sebagian besar sudah mengelupas, sarang laba-laba dimana-mana, lusinan kelelawar tampak asik menggantung di langit-langit rumah. Sebelumnya rumah ini adalah rumah kosong yang sudah sekitar 10 tahun tidak berpenghuni, dindingnya kotor, kusam dengan banyak graffiti didalamnya. Bau apek dan debu menyambut kami didalam rumah. Semakin kedalam perasaan seram semakin bertambah, dalam hati aku sempat berfikir untuk mundur saja, tapi melihat teman-teman tampaknya biasa-biasa saja akupun berlagak berani,meskipun dalam hati aku ketar-ketir.

Beberapa bagian rumah tampak rusak, bocor dimana2, sehingga membutuhkan perbaikan, Untunglah Bik Oneng punya suami yang tukang bangunan sehingga, rumah dapat kami perbaiki. Bergotong-royong kami membersihkan seisi rumah, halaman dibersihkan, ilalang dibakar, tembok dicat ulang. Perlu waktu beberapa hari sebelum rumah benar-benar siap untuk di tempati.

Hari pertama aku menempati rumah ini, rasanya tidak bisa tidur nyenyak, ada perasaan-perasaan aneh yang rasanya membayangi, belum lagi suara-suara yang mungkin hanya ilusi aku saja . Teman ku Ujang berpendapat, jin dan setan tidak akan betah bila mendengar suara yang berisik, maka dia selalu menyetel musik dengan suara keras. Heri dan husna temanku yang paling religius memilih untuk mengaji, sedangkan yang lain bermain gitar sambil nyanyi-nyanyi.

Seminggu setelah kami menempati rumah ini, ilusi-ilusi aneh itu perlahan-lahan hilang. Teteh yang dagang disamping rumah sempat bertanya, “ngak seram tinggal di rumah itu”, aku balik bertanya, memangnya ada apa teh? Dulu sering ada suara-suara aneh dari rumah itu, kata si teteh,sambil tersenyum. Aku hanya tersenyum saja meskipun dalam hati ciut juga mendengarnya. Makanya aku tidak pernah berani sendiri ada dirumah itu, kalau yang lain belum kembali setelah pulang kampung, aku memilih menunggu yg lain datang, atau menginap di tempat kos teman.

KEBERSAMAAN

Menempati rumah besar ini membuat kami semakin dekat, dan memahami karakter masing-masing penghuninya. Ada yang sangat religius,cuek,jorok, jaim, gede wadul (omong besar). Dan lain sebagainya. Aku paling senang kalau liat Ujang, temanku asal garut yang bila sedang bicara matanya melotot seperti mau keluar, dan lafal P yang selalu dibaca V, F dibaca P, khas urang Garut.Mungkin ada hubungan historis antara garut dan Moscow, who knows?? seperti kalimat berikut ini. Halaman depan mending di vacul dulu………….., nanti kalu udah selesai urang meuli panta. Pikul menjadi Vikul,Penting menjadi Venting. Kegemarannya bermain gitar meramaikan tempat kos kami, mengiringi Nur Husna yang senang bernyanyi. Ujang cukup piawai bermain gitar. Tandemnya Nur husna, Anak seorang penghulu di cibatu garut ini, sangat hobby bernyanyi dan lumayan lucu juga joke-joke nya.

Ada lagi si Babeh, atau AA kami biasa memanggilnya, angkatan 1989, kakaknya Nendy, Berbicaranya sangat pintar, dan segala tindakannya diceritakan dengan luar biasa. Sehingga kadang ceritanya antara kenyataan dan khayalan, Tapi kami semua menghormatinya, tetap mendengarkan dengan khusyu meskipun kami tahu itu hanya bualan saja.

Kebersamaan seperti saudara itulah yang kami rasakan, termasuk ketika heri harus dirawat dirumah sakit Al Islam karena sakit Perut, dini hari itu kami beramai-ramai membawanya ke rumah sakit, atau pun ketika Ujang harus dirawat karena iseng-iseng mencabut bulu kakinya. Belakangan bulu kaki yang dicabut mengalami infeksi . Kakinya bengkak sebesar kaki gajah, si kaki tampaknya tak rela jika bulunya yang indah itu dicabut. Alhasil dokter harus membedah kaki dan mengeluarkan nanah nya, butuh waktu seminggu untuk perawatannya. Sehingga muncul peribahasa baru, “Akibat Bulu Sebatang rusak kaki sebelahnya, makanya jangan sekali-kali iseng mencabuti bulu kaki.




Andro Prihastowo, Kenangan bersama andro yang kuingat ketika kita main ke Banceuy, di suatu siang yang mendung diiringi gerimis. Pusat jajanan tampak penuh, kamipun masuk kedalam dan mulai memesan makanan. Macam-macam jenis makanan yang ada di menu, sebagian besar merupakam SeaFood, andro mengusulkan untuk makan Lobster saus tiram. Tidak lama Makanan pun disajikan, 2 buah Lobster ukuran besar, diselimuti saus tiram yang masih mengepulkan asap. Tidak lupa topping yang ditata dengan indahnya, begitu menggugah selera. Ditambah 2 cungkup nasi dengan diameter yang buat kami ukurannya terasa begitu kecil. Kami pun makan dengan lahapnya, Lobster saus tiram dan jeruk hangat.

Sungguh menu makan yang sangat mewah buat kami yang anak kos. Sekejap saja lobster sudah berpindah ke perut kami yang memang sedang lapar. Tidak terlalu mengenyangkan, tapi lumayanlah untuk menganjal perut. Ketika tiba giliran bayar, barulah aku dan andro saling pandang, Rp.52.000, jumlah yang sangat besar pada tahun 1992 itu. Sementara uang makan bulanan ku saja hanya Rp.100.000, masing-masing kami harus membayar Rp.26.000, seperempat dari jumlah uang bulananku. Bandingkan dengan harga makanan di warung nasi sekitar jatinangor yang saat itu rata-rata hanya Rp.2000-3000 rupiah saja.

Galur gurat nagara, Jarak Jatinangor – Bandung yang lumayan jauh, belum lagi kemacetan dijalannya, membuat kami jarang main ke bandung. Kalaupun kebandung hanya bila ada keperluan di kampus Jl.Dipati Ukur, lalu pulangnya nginep dirumah temanku Galur. Dirumah Galur,b ila menginap kami selalu disuguhi makan enak, Ibu nya Galur sangat baik dan ramah. Muti demikian Galur sering memanggil Ibunya, tampaknya sangat mengerti dengan kondisi anak kos yang sering kurang makan. Foto motor diatas adalah foto motornya galur yang sering dipakai kuliah dan sering mampir di tempat kos ku. Motor yang mungkin banyak kenangannya terutama waktu galur masih jadian sama adik kelas, yang sayangnya harus kandas di tengah jalan. Cinta segi banyak lah penyebabnya.

Adi Mulyawan, mahasiswa asal pemalang yang juga meramaikan kehidupan di tempat kos ku. Koleksi majalah Play boy dan Penthouse nya telah memberi kami pengetahuan seksologi yang tidak kami dapat di bangku sekolah. Mengobrol bersamanya selalu di bumbui dengan urusan nya Dr.Naek L.Tobing. Dari sinilah aku mengenal istilah istilah Threesome, Horny, Nympomania,Doggy Style, Missionary, dll. Disadari atau tidak, proses ini telah turut andil dalam tahapan proses mendewasakan kami. Pubertas yang bergejolak membuat kami selalu penasaran dengan hal-hal yang masih dianggap tabu untuk dibicarakan itu.

Yoga Umbara, salah seorang teman yang sering main ke tempat kos ku adalah yoga umbara. Gaya nya yang khas dengan cara bicara yang sedikit gagap telah membuat kami seringkali terpingkal-pingkal mendengar ceritanya. Kenangan bersamanya adalah ketika PKL di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Kerja Rodi selama 30 hari, sementara jatah makan siang hanya nasi plus sayur dan krupuk. Setiap hari Jumat ada sedikit peningkatan, telur rebus tapi Cuma sebelah plus segelas susu. Suatu hari yoga sedang memandikan sapi jenis limousine yang memang berpostur tubuh tinggi besar. Memandikan sapi adalah memang salah satu tugas kami disini. Badan nya dibersihkan, digosok dengan air dan sabun, ketika sedang asik dibersihkan, tiba-tiba sapi buang air tepat diatas kepala Yoga.Posisi nya yang berada tepat dibawah pantat sapi membuat semua kotoran sapi tumplek kekepalanya.

Yoga sangat kesal saat itu, sambil menahan emosi yang membara, dengan mata berkaca-kaca, sapi itu dia tendangi sambil berkata, “ unggal poe maneh dimandian ku aing,kalah ka aing dipodolan, haram jadah maneh”. Begitu sebagian kata-kata yang masih kuingat sampai saat ini.

Diluar itu semua rata-rata dari mereka adalah orang-orang yang aku anggap sangat soleh, rajin beribadah. Sementara aku sendiri awalnya malas untuk sholat. Rasanya berat untuk melaksanakannya. Bergaul bersama Heri, Husna, Yana yang aktif di DKM kampus Unwim membuat aku pun terbawa untuk rajin beribadah. Bergaul dengan orang-orang soleh membuat kita terpengaruh juga untuk mengikutinya.

Malam Minggu biasanya kami isi dengan acara bakar ayam atau entog. Pada tanggal-tanggal muda kami selalu mengadakan acara bakar ayam. Nendy temanku asal pandeglang bertugas memasak nasi liwet. Yang lain menyiapkan ayam. Pengetahuan kami yang pas-pasan di bidang masak-memasak, membuat ayam yang dibakar seringkali masih dalam kondisi mentah di dalamnya. Bagian luar tampak kering menggiurkan tapi dalamnya masih agak basah dan berdarah.

Ayam atau entog kami beli dalam keadaan hidup di Peternakan ayam didaerah Cikuda, baru kami sembelih di Tempat kos. Pernah suatu hari kami menyembelih entog tapi kami lupa mengikat kakinya, ketika Entog selesai disembelih, hewan tersebut terbang tinggi diangkasa, kamipun akhirnya beramai-ramai mengejarnya, entog ditemukan di persawahan dibelakang tempat kos., hampir 300 m jauhnya.

Ayam atau entog selesai dikuliti langsung dibakar diatas bara, tidak direbus dulu. Bumbunya cukup kecap dan saus saja. Saus berfungsi untuk menyamarkan bercak darah yang ada di dalam daging. Nasi Liwet di buat oleh nendy berdasarkan pengalaman di kampungnya di pandeglang, Beras dicuci bersih, masukan kedalam panci, tambahkan air sedikit lebih tinggi dari batas tinggi beras (kurang lebih satu buku jari), masukan daun salam dan sereh, jerang diatas kompor sampai matang. Kadang-kadang nendy menambahkan juga jeroan ayam yang kami potong. Begitu tahapan yang sering kulihat.

Kami makan dengan cara, menggelar daun pisang atau plastic besar dilantai, kemudian nasi liwet yang masih panas di tuang. Ayam Bakar disiapkan diatas nasi, lalu kami makan beramai-ramai. Pada awalnya aku agak kaget juga dengan cara seperti ini, tapi lam-lama jadi terbiasa juga. Cara makan seperti di pesantren, begitu kata mereka. Kami pun makan dengan lahap, sampai titik nasi terakhir. Tulang ayam pun selama masih bisa dikunyah jangan harap bisa lolos, kasihan kucing-kucing yang menanti,karena tidak ada sedikit pun daging tersisa ditulang.

Bila sedang tidak punya uang, daging ayam kami ganti dengan ikan asin bakar. Dalam suasana seperti itu kenikmatan makan yang di dapat juga tidak berkurang. Mungkin karena makannya bersama-sama jadi terasa seru.,Tidak ada lagi beda rasa ayam atau ikan asin. Nasi yang kadang kurang matang, ayam yang masih bedarah-darah, tidak mengurangi kenikmatan kami bersantap bersama, rasa di mulut menjadi tidak terlalu penting lagi, “…kumaha beteung we, begitu temen-temanku selalu bilang.

Acara favorit kami di TV adalah Baywatch, ya film tentang penyelamat pantai yang banyak mengumbar paha dan dada ini adalah satu-satunya acara yang bisa mempersatukan kami semua. TV yang dibawa andro benar-benar satu-satunya hiburan dirumah ini, benda ajaib yang telah membuat jutaan orang terhipnotis karenannya. Jam 21.00 kami sudah berkumpul didepanTV, Kopi dan rokok sudah disiapkan.

Film baru saja menampilkan adegan awal, berupa potongan-potongan adegan yang akan main, kami sudah bertepuk tangan, bersuit-suit. Apalagi ketika adegan Pamela Anderson berlari di pantai, kami semua berteriak melihat gumpalan lemak yang bergoyang-goyang seperti mau keluar dari bungkusnya.

Dengan payudara sebesar itu pantas lah jika Pamela Anderson dipilih sebagai penyelamat pantai, karena jika di air dia tidak akan bisa tenggelam.

Semua berkomentar, berteriak, sambil memukul-mukul meja, norak sekali memang. Itulah satu-satunya tontonan TV dijaman itu yang rasanya paling Hot. Ekspresi anak-anak muda yang memang sebagian besar dari kampung ini terasa sangat spontan. Bila dibandingkan dengan saat ini, tontonan seperti itu rasanya adalah hal yang biasa saja. Tapi pada jaman itu, inilah acara yang selalu kami tunggu-tunggu penayangannya. Baywatch telah menemani kami melewati masa-masa pubertas kami yang indah.

Dari semua teman ku hanya Heri yang selalu menundukan kepala jika film sudah menampilkan adegan syurr. Sang ustad kampus ini sangat teguh dengan keyakinannya, sampai-sampai ketika berbicarapun dia tidak pernah menatap lawan bicaranya jika dia berbicara dengan wanita. Salut kami pada dirinya karena di zaman seperti ini masih ada anak muda seperti dia. Kami hanya tersenyum melihat tingkahnya tapi tetap menghormatinya.

NAIK GUNUNG

Anak-anak Akademi Ilmu Kehutanan (AIK) yang tinggal di rumah ini, semuanya adalah anggota RIMBAWAN (perkumpulan mahasiswa Pencinta Alam), Fisik mereka rata-rata terlatih untuk mendaki gunung karena proses training nya memang yang aku lihat sangat berat. Saat itu hari Sabtu yang Cerah, Lulus puryadi mengajak kami semua naik ke gunung manglayang, semuanya setuju, meskipun aku dalam hati malas banget, tapi akhinya ikut juga. Berbekal jaket tebal, indomie dan air mineral, kamipun berangkat

Jam 9 malam, kami mulai bergerak, bermodalkan senter dan golok. Di depan Agus badag dan heri memimpin dan membuka jalan. Semak-semak dan duri di babat dengan golok supaya kami bisa lewat. Naik gunung dengan mereka yang sudah terbiasa melakoninya merupakan sesuatu yang sangat berat buat aku jalani. Aku, andro dan adi mulyawan yang memang bukan anak gunung, keliatan sekali fisiknya kedodoran ketika mendaki. Sementara anak-anak Rimbawan berjalan dengan santai dan tampak sangat menikmati perjalanan ini. Berkali-kali aku atau Andro meminta behenti karena sudah sangat ngos-ngosan. Melewati celah-celah sempit gunung manglayang,Akhirnya dengan penuh perjuangan kami pun sampai di Puncak Manglayang. Pukul 03.00.dini hari itu kami bisa melihat bandung timur diselimuti cahaya lampu kota, jalan tol padaleunyi tampak indah memanjang.



Gunung Geulis.

Selain gunung manglayang, gunung geulis pun menjadi salah satu tempat favorit kami bila sedang bĂȘte di tempat kos. Jalur ke gunung geulis lebih mudah, karena tidak terlalu curam, dengan tanah yang datar dipuncaknya. Di puncak gunung geulis ini ada sebuah pohon besar dan dibawahnya ada makam, yang dikeramatkan oleh penduduk disekitar jatiroke. Cerita-cerita seram tentang makam, tidak pernah menyurutkan niat para mahasiswa untuk mendakinya.

Kami selalu mendaki gunung pada malam hari, karena lebih enak cuacanya, tidak panas dan dapat melihat sunrise di pagi harinya. Dipuncak gunung geulis ini angin sangat kencang berhembus, sehingga kami biasanya tidur dibalik tembok makam atau dilubang besar yang ada disisi makam. Sangat menyeramkan memang, tapi memang itulah yang biasa dilakukan oleh para pendaki ini.

Bergaul dengan orang-orang yang hobby nya naik gunung membuat aku akhirnya terbawa-bawa ikut serta, meskipun aku sendiri pun sebenarnya tidak terlalu menyukai aktivitas ini. Kegilaan mereka pada gunung kadang tidak masuk akal bagiku. Pernah suatu waktu, Lulus puryadi, berangkat sendiri ke puncak manglayang, hanya karena ketika itu ia merasa sedang ingin melihat sunrise.” Wong edan” kataku.



BUNGA TAMPOMAS

Inilah nama warung BKI (Bubur Kacang ijo) langganan kami, letaknya persis disamping tempat kos. Menunya ya standar BKI yaitu, Indomie rebus, Bubur kacang Ijo, telur ½ matang , jeruk panas, dan jamu komplit. Pengelolanya rata-rata berasal dari sumedang, bunga Tampomas mungkin merujuk pada nama Gunung Tampomas di Sumedang. Bila malam tiba, harum indomie rebus selalu manggoda untuk disambangi.

Malam yang dingin dan mata belum mengantuk adalah saat yang pas buat nongkrong di warung si AA botak. Demikan kami biasa memanggiilnya. Bila badan terasa tidak fit, masuk angina, kurang tidur, bisa mencoba jamu seduh disini. Sebungkus jamu dicampur dengan Anggur Orang Tua, Madu, Beras Kencur, telur ayam kampung di aduk jadi satu, di lengkapi dengan segelas kecil air jeruk hangat. Rasanya, jangan ditanya, campur aduk, pahit, getir, manis, amis, khasiatnya lumayan untuk membantu menyembuhkan masuk angin.

Warung BKI seperti inilah yang telah menemani malam-malam kami di jatinangor. Malam-malam penuh canda tawa, kadang sampai dini hari. Percakapan yang sebenarnya ngak penting banget, tapi terasa begitu indah karena suasana yang guyup penuh dengan tawa.

WAKTU UJIAN

Walaupun kami sudah seperti saudara, namun bagi kami, (Andro, aku danAdi) ada semacam persaingan yang sehat dalam soal belajar. Bila waktu UTS atau UAS tiba, rasanya deg-degan juga kalu liat pintu kamar andro atau adi tertutup. Wuihhh Gile bener nih anak, belajarnya rajin banget, aku pun bergegas masuk kekamar belajar lagi. Dengan IQ yang rasanya biasa-biasa saja, utuh waktu lebih untuk menghafal pelajaran-pelajaran kuliah yang memang butuh hafalan. Alhamdulillah IPK kami, lumayan, walaupun rasanya berat sekali meraihnya. Adi mulyawan sebenarnya jauh lebih pintar dari aku dan andro, tetapi gaya nya yang cuek dan cenderung malas membuat kami bisa mengejarnya.

Lain lagi gaya belajar anak-anak Unwim/AIK, mereka terlihat lebih santai, yang paling serius belajarnya adalah Lulus Puryadi, namun sayang Lulus Puryadi sering tidak lulus ujian. Kamipun sering heran dengan hasil yang didapat lulus, belajar rajin,sholat rajin kenapa begitu keluar nilai D melulu. Tapi setelah beberapa lama barulah kami ketahui sebabnya. Tulisan Lulus Puryadi jelek sekali, baru aku liat tulisan anak sekolahan sejelek ini. Tulisan tidak bisa dibaca, benar-benar tidak bisa dibaca. Dosen AIK yang sebagian besar dari IPB Bogor mungkin agak malas untuk membaca tulisannya, jadi dianggap salah saja jawabannya. Pantas selama ini Lulus merasa bisa mengerjakan tapi tidak pernah lulus ujiannya.

Waktu ujian yang berbeda waktu antaraPTN dan PTS membuat kami saling menghormati satu sama lain. Ketika Unpad Ujianyang lain juga selalu menjaga supaya tidak berisik dan mengganggu kami yang belajar demikian juga sebaliknya.

Di Akhir-akhir masa kuliah, sayang sekali kami harus berpisah. Rumah besar itu tidak lagi di kontrakan ke kami, karena ada seorang dosen FMIPA yang berani menyewa dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Kamipun akhirnya tercerai- berai, andro kos di ujung berung bersama ahmad Fauzi,aku kos di bandung, ditempat Asep, temanku KKN. Kesibukan kami masing-masing membuat kami jarang bersama lagi, hanya sesekali bertemu di kampus jatinangor. Adi Mulyawam kos di desa Cikuda,dekat kampus, Anak-anak AIK dan IKOPIN pun akhirnya kos terpisah-pisah di beberapa tempat. Andro Akhirnya lebih dulu menyelesaikan skripsi dibandingkan aku yang sedang dimabuk asmara ketika itu. Adi mulyawan lebih tercecer lagi,sampai aku wisuda, belum juga kudengar dia membuat skripsi.

Sedikit kisah yang kuceritakan ini mudah-mudahan dapat menyegarkan lagi ingatan kita dimasa lalu. Bahwa pernah disuatu waktu kita bersama-sama berjuang dan tertawa bersama. Mudah-mudahan kenangan itu tidak lekang oleh waktu, tidak terhapus oleh memori-memori yang mungkin lebih indah saat ini. Jarak dan waktu mudah-mudahan bukan merupakan penghalang kedekatan hati kita.

Salam Blogger

0 komentar :

Posting Komentar