Bendera sudah terpasang, diapit umbul-umbul aneka warna dikiri dan kanan.
Semarak hari kemerdekaan selalu saja disambut antusias oleh bapak. Mantan
pejuang yang selalu beceloteh tentang heroisme
meraih kemerdekaan. Tak tehitung cerita
yang masuk ketelingaku dari mulutnya. Tentang sebuah proses panjang perjuangan merebut kemerdekaan. Jaman
susah yang benar-benar tidak akan pernah ingin dilakoninya lagi. Kisah
perjuangan melawan penjajah bersama teman-teman seperjuangannya. Pengorbanan
nyawa, darah dan air mata demi
berkibarnya sang saka merah putih.
Hari itu, tubuh rentanya masih terlihat gagah.
Seragam legium veteran yang selalu dikenakannya ketika acara peringatan hari
kemerdekaan tampak rapi jali. Dia berjalan memeriksa setiap bendera yang
terpasang di pinggir jalan kampungku. Membetulkan letaknya, merapikan
tiang-tiangnya. Mata tua nya masih memperlihatkan
bara api semangat perjuangan.
Setelah upacara hari kemerdekaan, bapak pulang.
Wajahnya terlihat agak pucat, namun
tampak sumringah. Sebuah bale bambu akhirnya menjadi perjalanan
terakhirnya. Bapak menghembuskan nafas pada sebuah bale bambu usang didepan
rumah. Masih mengenakan Seragam legium veteran kebanggannya. Seutas senyum
bahagia masih tampak pada wajahnya.
*****
“Nak, tolong bendera merah putihnya kau pasang ya!
Bendera yang benar-benar bendera merah putih, bukan merah pudar, sepudar rasa
kebangsaan anak cucuku. Bukan juga putih dekil dan kotor seperti hati para
pejabat saat ini”, serunya lirih.
“Bendera bukan sekedar dua buah kain berwarna yang
disatukan oleh jahitan. Nilai historis, semangat, pengorbanan dan perjuangan
yang tak kenal lelah yang terkandung didalamnya jauh lebih penting dari sekedar
dua potong kain”.
Aku tertegun sejenak, “oh ya ya pak sahutku sedikit gugup dan malu
Mata
bapak tampak berkaca-kaca….
“Tidak tenang
rasanya kami melihat kenyataan yang ada. Kami merasa benar-benar di khianati.
Perjuangan merebut kemerdekaan dari penjajah asing adalah untuk meraih
kemerdekaan dan kebebasan seluruh rakyat, bukan memerdekakan segelintir
golongan saja”.
Lalu tiba-tiba saja suasana pertempuran berkelebatan
seperti slide-slide yang diputar dalam layar bioskop. Tank-tank belanda
menyerbu, suara raungan senjata mesin
memekakan telinga, deru pesawat terbang menggetarkan hati. Para pejuang
merangsek, menyerbu dengan senjata seadanya. Tidak tampak rasa takut buat para
pejuang yang telah menggadaikan nyawanya demi kemerdekaan ini. Desingan peluru
dan ledakan bom disampingku membuatku terperanjat. Aku terbangun dengan nafas tersengal-sengal
.Peluh membasahi tubuhku, akupun beringsut bangun. Aku duduk ditepi ranjang,
mencoba mengingat dan memahami. Tak
lama, adzan subuh mulai berkumandang.
*****
Semburat
cahaya matahari mulai tampak di ufuk timur. Di depan rumah, sebuah bendera
usang kumal tampak berkibar lelah di terpa angin. Warna merahnya sudah pudar
dimakan zaman. Bendera yang kutemukan dengan susah payah, terselip bersama
pakaian bekas dan kain lap.
Kupandangi
bendera lusuh tersebut, perasaan sesak kurasakan dalam dada. “maafkan aku, pak!
seruku lirih. Kuturunkan bendera lusuh tersebut.
Cibinong,
14 agustus 2013
0 komentar :
Posting Komentar