Sabtu, 11 Juni 2011



Siang itu, suasana di salah satu mall di depok cukup ramai. Aku sedang bergegas menuju salah satu toko buku disana, ketika seseorang memanggilku. Aku menoleh sesaat dan tersenyum melihat wajah seseorang disana, namanya aku hampir lupa tapi wajahnya masih kuingat. Diapun menghampiriku dan berbasa-basi sejenak sambil memperkenalkan seorang temannya yang tampak kemayu sekali untuk ukuran lelaki. Tak lama kamipun berpisah, dalam perjalanan aku tersenyum-senyum sendiri teringat peristiwa beberapa tahun lalu.

Saat itu kantor dalam keadaan sibuk, semua karyawan termasuk diriku sedang mengerjakan pekerjaan masing-masing. Ketika itu datanglah seorang karyawan baru, seorang lelaki berwajah macho dengan postur tubuh yang tinggi. Aku hanya melirik sekilas dan kembali ke pekerjaanku karena memang lelaki ini berbeda departemen dengan ku. Ketika dia melintas rekan-rekanku yang wanita berbisik-bisik sambil cekikikan. Seminggu setelah kejadian itu barulah aku tahu namanya ketika dia memprkenalkan diri di kantin perusahaan. Kamipun terlibat obrolan cukup panjang mengenai pekerjaan dan kegiatannya sehari-hari. Tiba-tiba dia bertanya,” Nu, cowok yang kemarin jalan sama kamu itu siapa namanya? Kenalin dong”, serunya. Aku tertawa, luh kayak mau kenalan sama cewek aja pake perantara segala, lu tanya aja sendiri.

Tiga hari setelah itu dia menitipkan surat, “tolong berikan ke temanmu si Budi itu” katanya. Akupun menyampaikan surat itu, sambil bertanya-tanya dalam hati surat apaan ya. Budi menceritakan isi surat itu keesokan harinya. Sebelum itu dia bertanya kepadaku,” nu ini surat dari si Tanto atau dari Rina? Ya dari Tanto kataku, emangnya kenapa? Gile ini surat cinta, nih lu liat aja. Aku pun membacanya, belum selesai membaca tawaku sudah meledak lebih dulu. ” Bud sepertinya mantra pelet yang lu baca kemarin salah sasaran, Rina yang lu tuju malah berbalik ke si Tanto”, seruku. “Sudahlah bud, cinta itu memang buta, tak memandang jenis kelamin, lu terima aja”, candaku.

Sambil tertawa-tawa kami pun membahas detil penampilan si Tanto ini. Baru kami sadari ada sesuatu yang aneh yang selama ini tidak kami perhatikan. Wajahnya memang macho, penampilan oke, tidak kemayu tapi kalau melihat celananya, kenapa di lipatan bawah celananya selalu ada gambar bunga-bunga, waktu itu aku sempat mau bertanya tapi rasanya tidak enak juga, takut dia tersinggung. Satu lagi kebiasaannya adalah selalu merangkulkan tangan kepundak bila sedang berjalan bersama rekan-rekan pria nya. Akupun sempat merasa tidak nyaman juga ketika dia merangkulkan tangan ke pundak ku waktu itu. Rasanya agak aneh saja cowok-cowok seusia kami berjalan sambil berangkulan. Tapi bukan peristiwa surat cinta ini yang membuat heboh seisi perusahaan.


Malam minggu itu Tanto menginap di rumah Mas Prapto, rekan kami juga tapi beda bagian. Piala Dunia saat itu memang sedang ramai-ramainya, terkadang kami memang nonton bareng bila sedang ada pertandingan yang besar. Mas Prapto tinggal bersama isteri dan seorang anaknya yang masih kecil di sebuah perumahan. Hujan yang turun di sore harinya membuat malam semakin dingin. Mas Prapto sebenarnya sangat lelah hari ini karena memang kantor sedang sibuk-sibuknya tapi dia merasa tidak enak kalau menolak kedatangan Tanto yang berniat menginap dan nonton TV di rumahnya.

Malam semakin larut, Tanto dan mas Prapto nonton TV di ruang tamu, sementara isteri dan anaknya tidur di kamar.Mas Prapto pun akhirnya tertidur pulas di tengah pertandingan bola yang sedang mereka tonton. Ditengah tidur nya itulah dia mendengar teriakan histeris dari isterinya,” …….Hei kamu ngapain, kamu lagi ngapaian, ……Mas bangun, …..bangun!! Isteri mas Prapto sangat kaget sampai tidak bisa berkata-kata, wajahnya pucat pasi, yang dilihatnya saat itu adalah Kain sarung yang dipakai suaminya sudah melorot dan “Burung” suaminya pun sudah keluar dari sangkarnya. Dan yang membuatnya pucat pasi adalah “burung’ suaminya sedang di pegang-pegang dan dijilati oleh lelaki lain, sementara mas Prapto nya masih tertidur.

Dalam kepanikannya Tanto segera melarikan diri,keluar dari rumah,melesat bagaikan maling dimalam buta. Mas Prapto yang masih dalam kondisi linglung karena baru bangun dari tidur lelapnya hanya terbengong bengong melihat kondisi “burungnya” yang tampak masih basah mengkilap seperti habis dimandikan. Isterinya menangis histeris, entah apa yang ditangisi. Padahal “Burung” suaminya dalam kondisi utuh,sehat wal afiat tidak kurang suatu apapun.

Cerita Mas Prapto inilah yang kemudian mengegerkan seisi Perusahaan, sampai-sampai bos besar memanggilnya untuk menceritakan kronologis peristiwa yang sesungguhnya. Bos besar pun tertawa terbahak-bahak. Baru kali ini kulihat bos dapat tertawa selepas itu di hadapan kami. Ditengah situasi stress yang sedang kami hadapi, inilah sedikit hiburan yang kami dapat dari peristiwa itu. Sejak saat itu Tanto pun menghilang, tidak pernah muncul di kantor, rumah kontrakannya pun di tinggalkan.

0 komentar :

Posting Komentar