Dua
tahun lalu Parmin hanyalah seorang buruh. Pekerjaannya tak jelas,uang yang
didapat pun tak pernah cukup untuk menghidupi dia dan keluarga. Ditengah
himpitan ekonomi itu seorang teman menyarankannya untuk berkonsultasi dengan
seorang dukun sakti di pinggir hutan larangan. Mbah Dirja, demikian orang
kampung biasa menyebutnya. Seorang lelaki bertampang menyeramkan dengan mata
yang sebelahnya buta.
“jadi
maksud mu hendak mencari kekayaan dengan cara gaib? Kamu sudah tau resikonya?
Suara parau mbah Dirja membuka percakapan nya pada malam itu.
Parmin
tertegun sejenak, ….”ehm terus terang syarat dan resikonya saya belum tau mbah,
apa saja syarat nya mbah”?
“syaratnya
sangat berat anak muda! Seringai mbah Dirja seakan mengejek Parmin
“
kamu harus mengawini Siluman ular yang ada di dalam hutan larangan sana”
“Saya
sanggup mbah”, sahut Parmin, dengan yakin
He
he he kamu bersemangat sekali cah gemblung, resikonya nyawa kamu juga bisa
melayang jika kamu membuatnya marah!!
“Saya
sanggup mbah” , Parmin berkata dengan penuh kesungguhan
Baiklah
anak muda jika kamu sudah punya kemantapan hati, kita akan mulai ritual kita
Malam Jumat depan, tepat jam 12 malam. Syarat yang harus kamu penuhi adalah
siapkan kemenyan, kembang tujuh rupa, burung gagak dan seorang bayi merah.
…”
bayi merah? Maksudnya bayi manusia mbah? Tanya Parmin dengan polos
Ha
ha h a ha kamu pikir apa anak muda? Bayi merah yang masih hidup atau sudah mati
tidak apa-apa yang penting masih segar, Kalau kau tidak sanggup kau boleh
batalkan sekarang.
“Burung
gagak mudah dicari di pasar burung, lalu bagaimana dengan bayi merah itu”
rungutnya dalam hati, Parmin berusaha mencari jalan untuk memenuhi syarat
tersebut.
Setelah
mencari-cari di berbagai rumah bersalin di kota dan dukun beranak, Parmin
akhirnya dapat juga seorang bayi merah yang baru saja meninggal di sebuah rumah
bersalin. Proses mendapatkannya juga bukan hal yang mudah, Parmin harus
berpura-pura menjadi keluarga dari bayi tersebut dengan berbagai tipu daya.
Hari
yang dinanti pun tiba, Malam Jumat Kliwon, tepat jam 12 malam. Mbah Dirja dan
Parmin sudah berada di dalam hutan larangan. Asap mengepul dari dupa berisi
kemenyan. Mbah Dirja tampak khusyuk merapal mantra-mantra memanggil sang dewi
Ular. Diatas selembar daun pisang mayat bayi terbujur kaku. Mbah Dirja memotong
burung gagak dan meneteskan darahnya diatas tubuh sang bayi. Tiba-tiba dari
semak belukar di belakang mereka keluar seekor ular besar. Ular bermahkota itu
berjalan dengan anggun, sesaat dia menengok kearah Parmin, matanya menatap
tajam kemudian melengos malu-malu.
Parmin
tersentak kaget melihat ular besar itu, wajahnya seketika pucat pasi.
Sebenarnya dia sudah ingin membatalkan rencana ini namun bayang-bayang
kemiskinan jauh lebih menakutkan baginya. Mbah Dirja tampak berkomunikasi
dengan mahluk menyeramkan itu. Tak jelas apa yang dibicarakan antara mereka.
Prrmin hanya mendengar suara mendesis-desis.
Tak
lama ular itu menggigit mayat bayi diatas daun pisang itu kemudian pergi
diiring wangi harum dari tubuhnya.
“anak
muda, sang dewi sudah berkenan menerimamu sebagai suaminya, kau tunggulah
disini, tugasku sudah selesai”. Mbah Dirja pun berjalan pergi keluar dari
hutan.
“Tapi
mbah, apa yang harus saya lakukan nanti kalau ular itu muncul lagi?
He
he he kau tunggu saja anak muda, kau akan menjadi suaminya”, suara tawa mbah
dirja dari kejauahan samar-samar masih bisa didengar oleh parmin.
*********
Disebuah
kota kecil 150 km jauhnya dari hutan larangan, seorang wanita hamil sedang
sekarat di sebuah klinik bersalin. Sunarti isteri Parmin yang sedang hamil tua,
sedang dalam penanganan dokter. Tindakan operasi segera dilakukan oleh dokter
kandungan. Wajah sang dokter bergidik ngeri melihat kondisi bayi dalam
kandungan Sunarti. Tubuh bayi itu tampak hancur tak beraturan.Semua tulang
belulangnya patah.. Kondisi Sunarti sendiri tak kalah mengenaskannya. Banyak
kehilangan darah membuat tubuhnya kian melemah. Ibu dan anak ini akhirnya tewas
dengan cara mengenaskan.
********
Malam
semakin mencekam, dingin serasa menusuk-nusuk tulang. Parmin sudah mulai
mengantuk, ketika tiba-tiba hidungnya mencium semerbak wangi melati yang
menusuk hidung. Sontak dia mencari asal wewangian tersebut. Di ujung sana
tampak olehnya sesosok wanita cantik jelita berbusana seksi melambaikan
tangannya. Seperti terhipnotis, Parmin pun mendekat kearah wanita tersebut.
Nafsu kelelakiannyaun seketika bangkit. Akal sehatnya hilang, tak ada lagi rasa
takut dihatinya. Wanita itu mencumbunya dengan dasyat. Parmin seketika
kehilangan kendali, tubuhnya serasa di awang-awang. Entah kekuatan dari mana
yang membuatnya merasa tidak pernah puas meski berkali-kali mengalami orgasme.
Mereka bercinta hingga pagi menjelang.
Dingin
pagi yang menusuk tulang membangunkannya dari tidur lelap. Kelelahan yang
teramat sangat menderanya. Tulang nya serasa dilolosi satu persatu. Embun pagi
bercampur dengan sisa-sisa keringat terasa lengket di tubuhnya. Tersentak
Parmin segera meraba-raba sesuatu,dibawah tubuh telanjangnya. Lembaran-lembaran
uang berserakan diatas daun pisang yang dia jadikan alas tidurnya. Parmin
tersenyum lebar,tumpukan uang kini ada dalam genggaman tangannya. Bergegas dia
membungkusnya dengan kain sarung.
‘Ha
ha ha, selamat tinggal kemiskinan”, wajahnya sumringah. Hilang sudah lelah dan
kantuk yang menderanya. Keluar dari hutan angker itu matahari mulai bersinar.
Bibirnya tak henti bersiul dalam perjalanan yang dirasakan penuh kemenangan
ini.
Teringat
permainan cintanya dengan Nyi Dewi Kencana, siluman ular penunggu hutan
larangan.. Wanita cantik itu benar-benar menepati janjinya. Memberikan kekayaan
yang berlimpah dengan syarat Parmin mau menjadi suaminya. Setiap malam jumat,
ketika bulan sedang purnama dia akan datang untuk mengajaknya bercinta.
*************
Tahun
pun berganti, Kehidupan Parmin seketika berubah drastis. Dari buruh kasar yang
penghasilannya tak menentu, gubuk reot dan kumuh sudah ditinggalkannya. Rumah
mewah dengan deretan kendaraan Angkot berjejer di halaman rumah nya. Parmin
sekarang adalah pengusaha sukses di bidang angkutan darat.
Di
rumah besar itu ada sebuah kamar mewah yang khusus digunakan oleh Parmin untuk
berrcinta dengan Nyi Dewi Kencana, isteri gaibnya. Dia akan datang satu bulan
sekali tepat ketika purnama sedang bersinar terang. Tiga tahun sudah berlalu,
Parmin sudah sangat kaya sekarang. Jauh di lubuk hatinya sesungguhnya dia
sangat kesepian. Rumah besar itu hanya dihuninya seorang diri, pembantu
rumahnya hanya datang pagi sampai sore hari. Selepas itu, kesunyian akan segera
melingkupi rumah mewah itu. Malam ini, purnama sedang bulat sempurna,
memancarkan sinarnya kepelosok bumi. Parmin duduk termangu di depan jendela
kamarnya. Memandangi purnama yang begitu indahnya. Di lubuk hatinya yang
terdalam ada berjuta sesal yang menggerogotinya.
Tiba-tiba
semerbak wangi melati memenuhi ruangan kamarnya. Sesosok tubuh wanita cantik
tampak sudah berbaring di atas tempat tidur. Paha mulusnya tampak sangat
merangsang. Namun Parmin tak juga beranjak dari pinggir jendela kamarnya.
“Kang
Parmin, mengapa kamu melamun kang? Apa uang yang aku berikan masih kurang?
Tanya manja sang wanita. Parmin menarik nafas panjang, “ Nyi Dewi, uang yang
kau berikan sudah sangat banyak, bahkan berrlebih”
“lalu
mengapa kau melamun?
“Nyi,
apa tidak sebaiknya hubungan kita, ….. kita akhiri sampai disini saja? Seru
Parmin dengan suara perlahan.
Apa?
Kau mau menceraikan aku? Hih hi hi kamu lupa dengan perjanjian kita kang?
“Tapi
Nyi, aku merasa sudah tidak sangup lagi melayani mu, kau lihatlah saat ini aku
sudah semakin kurus, dan aku sudah tidak sekuat dulu lagi”, seru parmin dengan
memelas.
Hi
hi hi hi baiklah kang, kalau begitu, tapi kamu harus melihat dulu anak kita
kang”
Anak
Kita?
Ya,
anak yang sering aku ceritakan kepadamu itu, Dia sangat ingin berjumpa dengan
mu”
Bagaimana
caranya aku bisa berjumpa dengannya? Tanya Parmin
“Aku
yang akan membawamu kepadanya kang..
Nyi
Dewi Kencana memeluk Parmin dengan mesra, semerbak harum tubuhnya sangat
memabukan setiap lelaki. Namun Parmin saat ini benar-benar sedang tidak ada
selera. Dia menepis tubuh sang dewi dengan halus. Namun sang dewi tampak sedang
bernafsu sekali. Tangannya kembali memeluk Parmin dengan mesra. “ Kau menolak
ajakan ku kang? Tanyanya dengan suara tegas. “ maafkan aku Nyi, aku sudah tak
sanggup lagi”
Nyi
Dewi Kencana tersenyum. Senyum yang sangat menakutkan bagi Parmin.
“
Aku sangat mencintaimu kang” pelukannya semakin kuat, Parmin tak bisa bernafas.
“A aa ampun kan aku nyi, aku minta maaf, suaranya semakin tercekat. Wajah
Nyimas menyiratkan kemarahan yang sangat menakutkan. Perlahan wajahnya yang
cantik jelita berubah menjadi Ular besar yang membelit rubuh parmin hingga
remuk. Moncongnya yang besar segera melahap tubuh Parmin.
Rumah
besar itupun segera diliputi kesunyian. Parmin hilang tak berbekas…………….
0 komentar :
Posting Komentar