Selasa, 27 Agustus 2013




Dua tahun lalu Parmin hanyalah seorang buruh. Pekerjaannya tak jelas,uang yang didapat pun tak pernah cukup untuk menghidupi dia dan keluarga. Ditengah himpitan ekonomi itu seorang teman menyarankannya untuk berkonsultasi dengan seorang dukun sakti di pinggir hutan larangan. Mbah Dirja, demikian orang kampung biasa menyebutnya. Seorang lelaki bertampang menyeramkan dengan mata yang sebelahnya buta.

“jadi maksud mu hendak mencari kekayaan dengan cara gaib? Kamu sudah tau resikonya? Suara parau mbah Dirja membuka percakapan nya pada malam itu.

Parmin tertegun sejenak, ….”ehm terus terang syarat dan resikonya saya belum tau mbah, apa saja syarat nya mbah”?

“syaratnya sangat berat anak muda! Seringai mbah Dirja seakan mengejek Parmin

“ kamu harus mengawini Siluman ular yang ada di dalam hutan larangan sana”

“Saya sanggup mbah”, sahut Parmin, dengan yakin

He he he kamu bersemangat sekali cah gemblung, resikonya nyawa kamu juga bisa melayang jika kamu membuatnya marah!!

“Saya sanggup mbah” , Parmin berkata dengan penuh kesungguhan

Baiklah anak muda jika kamu sudah punya kemantapan hati, kita akan mulai ritual kita Malam Jumat depan, tepat jam 12 malam. Syarat yang harus kamu penuhi adalah siapkan kemenyan, kembang tujuh rupa, burung gagak dan seorang bayi merah.

…” bayi merah? Maksudnya bayi manusia mbah? Tanya Parmin dengan polos

Ha ha h a ha kamu pikir apa anak muda? Bayi merah yang masih hidup atau sudah mati tidak apa-apa yang penting masih segar, Kalau kau tidak sanggup kau boleh batalkan sekarang.

“Burung gagak mudah dicari di pasar burung, lalu bagaimana dengan bayi merah itu” rungutnya dalam hati, Parmin berusaha mencari jalan untuk memenuhi syarat tersebut.

Setelah mencari-cari di berbagai rumah bersalin di kota dan dukun beranak, Parmin akhirnya dapat juga seorang bayi merah yang baru saja meninggal di sebuah rumah bersalin. Proses mendapatkannya juga bukan hal yang mudah, Parmin harus berpura-pura menjadi keluarga dari bayi tersebut dengan berbagai tipu daya.

Hari yang dinanti pun tiba, Malam Jumat Kliwon, tepat jam 12 malam. Mbah Dirja dan Parmin sudah berada di dalam hutan larangan. Asap mengepul dari dupa berisi kemenyan. Mbah Dirja tampak khusyuk merapal mantra-mantra memanggil sang dewi Ular. Diatas selembar daun pisang mayat bayi terbujur kaku. Mbah Dirja memotong burung gagak dan meneteskan darahnya diatas tubuh sang bayi. Tiba-tiba dari semak belukar di belakang mereka keluar seekor ular besar. Ular bermahkota itu berjalan dengan anggun, sesaat dia menengok kearah Parmin, matanya menatap tajam kemudian melengos malu-malu.

Parmin tersentak kaget melihat ular besar itu, wajahnya seketika pucat pasi. Sebenarnya dia sudah ingin membatalkan rencana ini namun bayang-bayang kemiskinan jauh lebih menakutkan baginya. Mbah Dirja tampak berkomunikasi dengan mahluk menyeramkan itu. Tak jelas apa yang dibicarakan antara mereka. Prrmin hanya mendengar suara mendesis-desis.

Tak lama ular itu menggigit mayat bayi diatas daun pisang itu kemudian pergi diiring wangi harum dari tubuhnya.

“anak muda, sang dewi sudah berkenan menerimamu sebagai suaminya, kau tunggulah disini, tugasku sudah selesai”. Mbah Dirja pun berjalan pergi keluar dari hutan.

“Tapi mbah, apa yang harus saya lakukan nanti kalau ular itu muncul lagi?

He he he kau tunggu saja anak muda, kau akan menjadi suaminya”, suara tawa mbah dirja dari kejauahan samar-samar masih bisa didengar oleh parmin.
                                                            *********
Disebuah kota kecil 150 km jauhnya dari hutan larangan, seorang wanita hamil sedang sekarat di sebuah klinik bersalin. Sunarti isteri Parmin yang sedang hamil tua, sedang dalam penanganan dokter. Tindakan operasi segera dilakukan oleh dokter kandungan. Wajah sang dokter bergidik ngeri melihat kondisi bayi dalam kandungan Sunarti. Tubuh bayi itu tampak hancur tak beraturan.Semua tulang belulangnya patah.. Kondisi Sunarti sendiri tak kalah mengenaskannya. Banyak kehilangan darah membuat tubuhnya kian melemah. Ibu dan anak ini akhirnya tewas dengan cara mengenaskan.

********

Malam semakin mencekam, dingin serasa menusuk-nusuk tulang. Parmin sudah mulai mengantuk, ketika tiba-tiba hidungnya mencium semerbak wangi melati yang menusuk hidung. Sontak dia mencari asal wewangian tersebut. Di ujung sana tampak olehnya sesosok wanita cantik jelita berbusana seksi melambaikan tangannya. Seperti terhipnotis, Parmin pun mendekat kearah wanita tersebut. Nafsu kelelakiannyaun seketika bangkit. Akal sehatnya hilang, tak ada lagi rasa takut dihatinya. Wanita itu mencumbunya dengan dasyat. Parmin seketika kehilangan kendali, tubuhnya serasa di awang-awang. Entah kekuatan dari mana yang membuatnya merasa tidak pernah puas meski berkali-kali mengalami orgasme. Mereka bercinta hingga pagi menjelang.

Dingin pagi yang menusuk tulang membangunkannya dari tidur lelap. Kelelahan yang teramat sangat menderanya. Tulang nya serasa dilolosi satu persatu. Embun pagi bercampur dengan sisa-sisa keringat terasa lengket di tubuhnya. Tersentak Parmin segera meraba-raba sesuatu,dibawah tubuh telanjangnya. Lembaran-lembaran uang berserakan diatas daun pisang yang dia jadikan alas tidurnya. Parmin tersenyum lebar,tumpukan uang kini ada dalam genggaman tangannya. Bergegas dia membungkusnya dengan kain sarung.

‘Ha ha ha, selamat tinggal kemiskinan”, wajahnya sumringah. Hilang sudah lelah dan kantuk yang menderanya. Keluar dari hutan angker itu matahari mulai bersinar. Bibirnya tak henti bersiul dalam perjalanan yang dirasakan penuh kemenangan ini.

Teringat permainan cintanya dengan Nyi Dewi Kencana, siluman ular penunggu hutan larangan.. Wanita cantik itu benar-benar menepati janjinya. Memberikan kekayaan yang berlimpah dengan syarat Parmin mau menjadi suaminya. Setiap malam jumat, ketika bulan sedang purnama dia akan datang untuk mengajaknya bercinta.

*************

Tahun pun berganti, Kehidupan Parmin seketika berubah drastis. Dari buruh kasar yang penghasilannya tak menentu, gubuk reot dan kumuh sudah ditinggalkannya. Rumah mewah dengan deretan kendaraan Angkot berjejer di halaman rumah nya. Parmin sekarang adalah pengusaha sukses di bidang angkutan darat.

Di rumah besar itu ada sebuah kamar mewah yang khusus digunakan oleh Parmin untuk berrcinta dengan Nyi Dewi Kencana, isteri gaibnya. Dia akan datang satu bulan sekali tepat ketika purnama sedang bersinar terang. Tiga tahun sudah berlalu, Parmin sudah sangat kaya sekarang. Jauh di lubuk hatinya sesungguhnya dia sangat kesepian. Rumah besar itu hanya dihuninya seorang diri, pembantu rumahnya hanya datang pagi sampai sore hari. Selepas itu, kesunyian akan segera melingkupi rumah mewah itu. Malam ini, purnama sedang bulat sempurna, memancarkan sinarnya kepelosok bumi. Parmin duduk termangu di depan jendela kamarnya. Memandangi purnama yang begitu indahnya. Di lubuk hatinya yang terdalam ada berjuta sesal yang menggerogotinya.

Tiba-tiba semerbak wangi melati memenuhi ruangan kamarnya. Sesosok tubuh wanita cantik tampak sudah berbaring di atas tempat tidur. Paha mulusnya tampak sangat merangsang. Namun Parmin tak juga beranjak dari pinggir jendela kamarnya.

“Kang Parmin, mengapa kamu melamun kang? Apa uang yang aku berikan masih kurang? Tanya manja sang wanita. Parmin menarik nafas panjang, “ Nyi Dewi, uang yang kau berikan sudah sangat banyak, bahkan berrlebih”

“lalu mengapa kau melamun?

“Nyi, apa tidak sebaiknya hubungan kita, ….. kita akhiri sampai disini saja? Seru Parmin dengan suara perlahan.

Apa? Kau mau menceraikan aku? Hih hi hi kamu lupa dengan perjanjian kita kang?

“Tapi Nyi, aku merasa sudah tidak sangup lagi melayani mu, kau lihatlah saat ini aku sudah semakin kurus, dan aku sudah tidak sekuat dulu lagi”, seru parmin dengan memelas.

Hi hi hi hi baiklah kang, kalau begitu, tapi kamu harus melihat dulu anak kita kang”

Anak Kita?

Ya, anak yang sering aku ceritakan kepadamu itu, Dia sangat ingin berjumpa dengan mu”

Bagaimana caranya aku bisa berjumpa dengannya? Tanya Parmin

“Aku yang akan membawamu kepadanya kang..

Nyi Dewi Kencana memeluk Parmin dengan mesra, semerbak harum tubuhnya sangat memabukan setiap lelaki. Namun Parmin saat ini benar-benar sedang tidak ada selera. Dia menepis tubuh sang dewi dengan halus. Namun sang dewi tampak sedang bernafsu sekali. Tangannya kembali memeluk Parmin dengan mesra. “ Kau menolak ajakan ku kang? Tanyanya dengan suara tegas. “ maafkan aku Nyi, aku sudah tak sanggup lagi”

Nyi Dewi Kencana tersenyum. Senyum yang sangat menakutkan bagi Parmin.

“ Aku sangat mencintaimu kang” pelukannya semakin kuat, Parmin tak bisa bernafas. “A aa ampun kan aku nyi, aku minta maaf, suaranya semakin tercekat. Wajah Nyimas menyiratkan kemarahan yang sangat menakutkan. Perlahan wajahnya yang cantik jelita berubah menjadi Ular besar yang membelit rubuh parmin hingga remuk. Moncongnya yang besar segera melahap tubuh Parmin.

Rumah besar itupun segera diliputi kesunyian. Parmin hilang tak berbekas…………….





0 komentar :

Posting Komentar