Senin, 09 Mei 2011


Di awal tahun ini BPS (Biro Pusat Statistik) merilis jumlah penganguran sebanyak 8,32 juta orang. Dari jumlah itu 11,92% adalah lulusan S-1, 12,78% Diploma dan lainnya 3,81%. Jumlah ini tentu saja cukup memprihatinkan. Biaya pendidikan tidaklah murah di negeri ini. Berharap dengan gelar sarjana atau diploma yang diperoleh akan mudah memperoleh pekerjaan yang layak. Namun harapan tinggalah angan. Seringkali jumlah kebutuhan tenaga terdidik untuk satu bidang pekerjaan tidak sesuai dengan jumlah lulusan yang di hasilkan. Belum lagi masalah kemampuan individunya. Maka tak heran jumlah pengangguran terus menjadi masalah klasik dari tahun ke tahun.

Keterbatasan peluang kerja membuat banyak tenaga terdidik ini akhirnya mengambil peluang kerja apa saja yang ada. Saat ini sudah dianggap lumrah bila ada sarjana pertanian yang bekerja di Perbankan ataupun asuransi. Peluang kerja apapun akhirnya akan di kejar oleh para pencari kerja ini Kemampuan para sarjana Indonesia bekerja pada bidang yang bukan bidang nya telah terbukti. Banyak dari mereka yang sukses bekerja justru bukan pada bidang yang mereka pelajari sebelumnya. Memang tidak ada salahnya orang bekerja di bidang apa saja, meskipun itu tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan nya.Namun alangkah lebih baik bila pekerjaan yang kita lakoni berdasarkan latar belakan pendidikan yang memang kita tempuh. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada sarjana dan diploma. Di jenjang SMU dan SMK pun sama saja.


industri garmen banyak menyerap tenaga kerja lulusan SMU dan SMK


Ujian nasional untuk SMU dan sederajat baru saja usai, kesibukan lain sudah menunggu para mantan siswa ini. Untuk siswa yang orang tuanya mampu mereka sibuk mempersiapkan diri untuk ujian masuk ke perguruan tinggi negeri maupun swasta. Bagi yang tidak mampu, inilah awal perjuangan baru. Ribuan lulusan SMU dan sederajat mulai berjuang mencari pekerjaan. Pelajaran-pelajaran disekolah yang mereka pelajari selama bertahun-tahun, tidak menjadikan mereka mudah mencari pekerjaan. Jenis pekerjaan yang mereka lakoni umumnya jauh dari ilmu yang mereka dapat dari bangku sekolah. Lulusan SMU maupun SMK yang konon dipersiapkan untuk siap pakai pun pada kenyataanya sama saja.

Sekolah menengah Kejuruan di bidang ekonomi akhirnya bekerja di perusahaan garmen. Bukan sebagai tenaga pembukuan, administrasi atau staf pemasaran tapi sebagai operator jahit. Banyaknya industry garmen di daerah ku ini membuat lowongan kerja sebagai operator jahit lebih mudah dicari. Alhasil ribuan lulusan SMU ataupun SMK lebih banyak menjadi operator jahit.

Kebutuhan pabrik garmen terhadap operator jahit memang sangat tinggi, terutama menjelang akhir tahun. Disisi lain, banyak sekali lulusan SMU dan SMK yang menganggur. Tanpa kemampuan menjahit, perusahaan pun tidak akan mau menerima mereka. Salah satu syarat untuk bekerja di perusahaan garmen adalah mempunyai kemampuan menjahit dengan mesin jahit garmen.

Untuk menjadi operator jahit tidaklah mudah. Pelajaran menjahit tentu saja tidak ada dalam kurikulum yang di ajarkan di sekolah mereka. Maka tumbuh suburlah jasa-jasa kursus menjahit garmen. Biaya untuk satu kali kursus sebesar Rp.800.000/paket. Lulusan kursus sudah langsung di salurkan ke pabrik-pabrik garmen yang memang banyak bertebaran di sini.

Salah seorang guru yang tinggal tak jauh dari rumahku pernah melontarkan gagasan ke kepala sekolah. Dia ingin agar ada pelajaran khusus menjahit garmen dalam muatan lokal mereka. Tapi gagasan ini di tolak dengan berbagai macam alasan. Sebenarnya sang guru lebih melihat kenyataan yang ada. Kebutuhan tenaga kerja operator jahit lebih tinggi daripada administrasi maupun tenaga pembukuan. Selama ini pun 80 persen lulusan sekolah mereka lebih banyak yang bekerja di industry garmen. Sayang nya gagasan yang baik ini tidak penah di realisasikan.

Konsep link and match pernah di canangkan oleh pemerintah beberapa tahun yang lalu. Namun tampaknya itu hanya sebatas konsep diatas kertas saja. Kenyataan nya ribuan bahkan jutaan pengangguran baru tiap tahun bertambah. Tenaga terdidik ini tidak dapat terserap oleh pasar kerja yang ada. Lowongan kerja banyak namun tenaga kerja siap pakai tidak tersedia. Setidaknya inilah yang terjadi didaerah ku ini.

Kedepan sudah saatnya pemerintah memperhatikan potensi kerja yang ada di tiap daerah. Potensi kerja ini harus dapat di manfaatkan dengan maksimal. Bekali murid-murid SMU dan SMK dengan kemampuan yang sesuai dengan potensi kerja yang ada. Di daerah yang banyak industry garmen nya, tak ada salahnya pemerintah memasukan, muatan lokal nya dalam bidang jahit garmen. Ketika lulus nanti, seandainya mereka tidak melanjutkan ke perguruan tinggi pun mereka sudah punya kemampuan untuk bekerja. Berharap suatu hari nanti, Selesai Ujian Nasional, tidak ada lagi ungkapan “Selamat datang penggangguran Baru”.

0 komentar :

Posting Komentar