Senin, 10 Oktober 2011


Titik Api tampak mulai menyala dari lantai dua sebuah rumah mewah. Api mulai membesar dengan cepat. Asap mengepul keudara, lidah-lidah api tampak menjilati setiap sisi ruangan. Orang-orang ramai bereriak-teriak dari luar rumah. “ pak Budi, bangun pak, pak kebakaran-kebakaran, pak budi …….pak pak,” suara orang bersahut-sahutan. Riuh rendah suara warga yang berteriak-teriak.. Gerbang besi yang tertutup rapat tak memungkinkan warga untuk mendekat. Beberapa warga berinisiatif melempari pintu rumah dengan batu untuk membangunkan penghuninya. Api sudah semakin membesar namun pemilik rumah tak juga keluar.Warga semakin cemas menyaksikan api yang semakin membesar. Tak lama berselang, sirene pemadam kebakaran mulai terdengar semakin mendekat. Pintu gerbang depan akhirnya dijebol. Petugas berusaha keras menjinakan api yang semakin beringas.
Aku termangu disudut pohon ini, sambil memeluk isteri dan dua orang anakku. Si jago merah tampak mulai beringas. Potongan balok-balok diatas rumah mulai berjatuhan. Petugas agak kewalahan menjinakan api yang terus berkobar-kobar ditiup angin.
Menatap lirih pada rumah yang pernah memberiku sejuta kebahagiaan. Rumah mewah berlantai dua, dengan halaman yang luas. Sebuah tulisan besar tampak masih menempel ditembok depan rumah, DISITA OLEH BANK. Miris aku membacanya .Kutatap wajah anak isteriku sekali lagi. Guratan sisa air mata kering masih tampak disana. Sudah tidak ada lagi yang perlu di tangisi. Kebahagiaan yang utama adalah kami masih bisa berkumpul bersama. Hilang sudah kesusahan dan segala macam persoalan hidup yang melilitku.
“Hanya ini yang bisa papa lakukan untuk mempertahankan kebahagiaan kita”. Aku berguman lirih. Aku termangu menyaksikan lambang kesuksesanku itu perlahan-lahan habis dimakan api.
“Mengapa kita ada disini Yah? Tanya aldi mengagetkanku.
“Karena kita harus segera pergi nak”
“Tapi aku masih betah tinggal disini, semua teman-temenku ada disini, aku belum mau pindah yah”,wajah polosnya menyiratkan kesedihan yang mendalam.
Aku terdiam tak mampu menjawab
Kutatap isteriku dan Tya dalam gendongannya. Senyum manis di bibir mungilnya membuatku merasa sangat bahagia.
Mas, mengapa kau tega melakukan ini semua?
“Aku rela memang bila kita harus hidup miskin mas, aku isterimu, aku akan selalu ada disampingmu disaat senang ataupun susah, kau tak perlu melakukan ini”, Air matanya kembali turun membasahi pipi. Aku beringsut mendekati isteriku, kupeluk dia dengan segala kasih sayang yang tersisa.
“Tapi hutang-hutangku sudah sangat besar Vi, aku tak sanggup membayarnya.
“Tapi kita masih bisa mencari jalan lain mas”
“Jalan mana Vi, semua jalan kan sudah pernah kucoba, tapi semua nihil’
“ Setiap hari kita malah diteror oleh penagih Hutang itu”
Butuh dua jam lebih sebelum akhirnya api dapat dikendalikan sepenuhnya. Petugas bergegas masuk kedalam rumah. Ruang demi ruang disisir dengan hati-hati. Di sebuah kamar yang besar, tampak 4 onggok mayat yang sudah menghitam ditemukan dalam kondisi mengenaskan diatas tempat tidur. Sang ayah tampak memeluk anak dan isterinya. Kondisi kamar sudah porak poranda tak berbentuk.
Sesosok tubuh bocah yang sudah hangus menghitam tampak yang pertama dikeluarkan oleh dua orang petugas. Menyusul kemudian tubuh anak yang lebih kecil, dan terakhir kedua orang tuanya.
“Tapi Mengapa kau tega membawa kami semua mas? Tidak kah kau berfikir membiarkan Aldi dan Tya melanjutkan kehidupannya. Jalan mereka masih panjang, biarkan takdir mengalir sewajarnya.Mereka hanya anak-anak, mereka masih mungkin untuk melanjutkan kehidupannya?
“Maafkan aku Vi……
“Maafkan aku, aku juga sebenarnya tidak sanggup untuk melakukannya, tapi aku harus……
“Kumasukan racun itu kedalam susu yang diminum aldi dan tya, Berharap mereka tidak merasakan sakit yang terlampau berat.Demikina juga dirimu, aku meracuni makan malam mu, berharap kalian terlelap dalam mimpi panjang dan tidak merasakan sakit”.
“Aku sangat mencintai kalian semua.Aku tak sanggup bila harus sendiri, di dunia ataupun di alam lain. Biarlah kematian menjemput kita yang penting kita masih bisa bersama.”
Tapi mengapa kau masih harus membakar jasad kami?
Aku terdian sejenak, sambil menatap sisa-sisa bangunan yang mulai runtuh.
“Aku ingin agar kita secepatnya sampai di tujuan akhir kita”
Raung sirene ambulan memekik meggetarkan jiwa, Jasad-jasad hitam legam menyisakan bau daging terbakar di udara. Kantung-kantung mayat segera ditutup dan dimasukan kedalam mobil. Bersamaan dengan itu seberkas cahaya terang kulihat di kejauhan sana. Semakin lama semakin mendekat menghampiri kami. Ku gandeng anak dan isteriku. “ Ayo,nak kita harus segera pergi, ada dunia lain disana yang menjajnjikan kebahagiaan yang abadi”.

0 komentar :

Posting Komentar