Selasa, 20 September 2011



Selalu ada kenangan yang indah dan kadang menggelikan untuk dikenang setiap datang bulan ramadhan. Salah satu kenangan yang kuingat ketika Ramadhan adalah ketika kuliah di Bandung pada era 1990an. Pada saat itu musim panas yang panjang, siang sangat terik sedangkan malam dingin menusuk tulang. Dalam kondisi seperti ini rasanya malas kalau harus keluar cari makanan sahur. Setiap malam, sepulang tarawih aku sudah mempersiapkan makanan untuk sahur. Nasi sudah kumasak dalam rice cooker. Untuk lauknya aku beli sepotong daging ayam dan 2 potong tempe. Cukuplah untuk sekedar makan sahur.


Malam ini hujan turun rintik-rintik, menambah dingin cuaca disekitar tempat kos ku. Dering weker segera saja membangunkan ku. Jam menunjukan pukul 03.30 WIB, waktu yang kurasa pas untuk makan sahur. Piring kusiapkan, sepotong ayam goreng dan tempe aku taruh di atas meja. Nasi masih tampak mengepul dari rice cooker. Akupun bergegas membuka pintu kamar dan keluar untuk mencuci muka di kamar mandi. Pikiran segar, meski cuaca dingin sangat menusuk tulang. Kunyalakan radio dan segera bersiap untuk bersantap. Namun alangkah terkejutnya ketika kulihat diatas piring tinggal tersisa sepotong tempe. Celingukan kucari-cari kemana ayam goreng dan sepotong lagi tempe yang tadi aku taruh di piring. Akupun segera keluar kamar, dan kulihat sebuah pemandangan yang membuatku mendidih melihatnya.

Di sudut sebuah pohon yang rindang kulihat disana dua ekor kucing sedang asik makan sahur. Sepotong tempe dan ayam goreng yang tadi kubeli sudah tinggal tulang nya saja. Seolah mengejek ku dua ekor kucing tadi dengan asik masih saja menjilati tulang ayam tersebut. Akupun naik pitam, Kulempar dua ekor kucing itu dengan batu. Batu mengenai kaki salah seekor kucing. Amarah begitu memuncak dalam darahku. Sambil terpincang-pincang Kucing itupun berlarian melompat keatas genting, menjauh sambil memandangiku. Sumpah serapah pun keluar dari mulutku.

Jarak warung yang buka sahur sangat jauh dari tempat kos ku dan rasanya tidak akan cukup waktu untuk sampai kesana. Teman-teman kos sedang pulang kampung. Langit pun bersekongkol mengejekku, Hujan turun semakin deras. Dengan perasaan bercampur aduk antara marah dan sedih aku pun kembali lagi ke kamar kos. Kusendok sepiring nasi dan sepotong kecil tempe yang tersisa. Kutelan nasi hangat tersebut dengan emosi bercampur aduk dan mata berkaca-kaca. Teringat suasana sahur dirumah yang penuh dengan canda adik-adiku dan lauk pauk yang lengkap. Kalau saja tidak ada ujian semester ini tentu aku sudah ada dirumah.

Tak lama azan subuh pun bergema, kuambil air wudhu dan segera menunaikan sholat subuh. Air yang dingin menyurutkan amarahku. Puasa sudah berjalan dua minggu, tapi urusan mengendalikan amarah tampaknya belum sepenuhnya bisa kukuasai. Ku ucapkan istigfar beberapa kali, mungkinkah ini juga salah satu ujian dari Nya untuk ku yang sedang menjalankan puasa. Ternyata urusan mengendalikan amarah itu memang salah satu hal yang sulit.

Dipagi hari kulihat kucing tersebut di dekat tempat kos ku. Berjalan terpincang-pincang, dengan kaki belakang yang tampak terluka. Jika saja kucing itu mengerti betapa menyesal aku. Aku Cuma mau bilang, “Maafkan aku ya puss, tadi malam aku sangat marah padamu”.

0 komentar :

Posting Komentar