Senin, 27 Juni 2011


Mentari sore yang menyorot tajam mengiringi langkah gontai seorang lelaki di sisi rel kereta api. Siluet senja menghadirkan bayang-bayang tajam tubuhnya. Menyinari rambut hitam yang sudah mulai di tumbuhi uban di sana sini. Tubuhnya tampak kotor berdebu, sudah dua hari tubuhnya tak tersentuh air.. Ketika langkah nya sudah serasa sangat berat, diapun duduk, merenung memikirkan guratan nasib yang harus dijalaninya. Kepedihan dan keputus asaan tampak pada sorot matanya yang sayu. Wajahnya tampak menua dalam beberapa tahun ini. Tak ada lagi gairah hidup pada bola matanya, kosong tak berseri. Tubuh hidup dengan jiwa yang sudah lama sekarat di dera penderitaan batin yang panjang.

Duduk diatas rumput yang mengering seperti jiwanya. Merenungi, kilas balik kehidupan yang dilaluinya yang muncul bagaikan potongan-potongan puzzle. Potongan-potongan kisah bahagia dan sedih yang bercampur aduk menjadi satu.

********

Tony, lelaki ganteng anak orang kaya yang terbiasa hidup enak sedari kecil. Apapun yang di inginkan nya akan di penuhi sang Ayah. Sampai suatu saat, serangan jantung merengut nyawa ayahnya. Padahal dua tahun lalu, baru saja ia di tinggal ibunya. Saat itu kematian sang ayah yang sebanarnya tidak terlalu dekat dengan dirinya pun serasa menyakitkan. Harta warisan ayah akhirnya di bagikan kepada 3 orang isteri dan 6 orang anak-anaknya. Kekayaan yang dimiliki ayah nya lumayan besar, sehingga ketika di bagikan pun tiap orang mendapatkan bagian yang cukup. Namun gaya hidup nya yang boros dan senang berfoya-foya membuat harta warisan nya segera saja menyusut.

Ketika menyadari itu, tony segera saja memutuskan untuk menikahi pacar nya. Harapan nya jika sudah menikah mudah-mudahan akan timbul kesadaran dalam dirinya untuk manjalani hidup dengan “normal” seperti layaknya orang-orang yang sudah berkeluarga.

Kebahagiaan begitu membuncah pada tahun-tahun awal perkawinan nya. Isteri yang rupawan, rumah mungil tipe 36 yang asri dan seorang anak perempuan cantik cukup sudah rasa kebahagiaan yang di dapat. Untuk kebutuhan sehari-hari, Tony menarik angkot yang di beli nya dari sisa uang warisan ayahnya. Selama itu, penghasilan nya sebagai supir dia anggap cukup menghidupi isteri dan anak nya.

Namun beberapa tahun belakangan ini, penghasilan dari angkot sudah tidak dapat di harapkan lagi. Penumpang semakin sepi karena banyaknya motor-motor kreditan. Para pekerja langganan nya saat ini sebagian besar sudah menggunakan sepeda motor untuk keperluan transportasi mereka. Jumlah penumnpang semakin sedikit sementara jumlah angkot semakin banyak saja. Penghasilan pun kian menurun. Sementara itu, gaya hidup isterinya semakin hari bukan nya semakin sederhana malah semakin glamour saja.

Mulailah babak baru dalam rumah tangga mereka. Pertengkaran-pertengakaran besar kerap mewarnai mahligai rumah tangga nya. Persoalan selalu berkutat pada masalah ekonomi. Penghasilannya sebagai supir angkot Cuma cukup buat makan sehari-hari saja. Kebutuhan-keutuhan lainnya yang sebenarnya tidak terlalu penting sudah tentu tidak dapat lagi dia berikan. Evi sang isteri mulai mengeluh kekurangan uang belanja.

Tahun-tahun berikutnya makian-makian dari sang isteri kerap terlontar dari bibir indahnya. Tony yang memang penyabar hanya menerima dengan diam. Diam, memang hanya itulah yang dapat dia lakukan. Tony terlalu lemah untuk menunjukan ketegasannya. Terlalu takut kehilangan isteri dan anaknya. Diam meskipun belakangan dia tahu perselingkuhan yang sering dilakukan oleh isterinya. Diam yang kemudian mengerogoti mental dan jiwa nya selama bertahun-tahun. Bertahan dari segala macam kezaliman yang dilakukan isterinya. Lelaki lemah ini Cuma berharap pada anak semata wayang nya yang mulai remaja. Bertahan dari terpaan gelombang demi seorang anak perempuan yang sangat di cintainya.

Namun semakin dewasa sang anak pun sudah semakin mirip dengan ibunya. Kecantikan wajahnya tidak di imbangi dengan kecantikan hatinya. Kata-kata kotor dan makian kerap mulai terdengar dari bibirnya. Tony hanya mengurut dada menerima perlakuan anaknya. Gaya hidup mewah dengan penampilan ABG khas jaman sekarang. Tidak mau tahu apakah bapaknya mampu atau tidak. Semua keinginannya harus dipenuhi. Jika tidak, bibirnya yang tipis itu akan memuntahkan kata-kata tajam yang sangat menyakitkan.

Malam ini, Sofi mulai merengek lagi minta di belikan blackberry, yang tentu saja tidak dapat dia penuhi. Sumpah serapah pun segera meluncur dari bibir anaknya. Tony yang memang dalam kondisi lelah setelah seharian menarik angkot, sudah hilang kesabarannya. Sebuah pukulan pun segera mendarat di wajah Sofi. Anaknya pun segera terjatuh sambil menangis meraung-raung. Isterinya yang terkejut segera datang dan mengusir nya dari rumah. “Pergi kau lelaki pecundang. Tidajk ada lagi yang bisa kuharapkan dari mu, pergi kau, pergi, aku sudah tak tahan ,kita bercerai”!!. Rumah itu memang dibeli atas nama isterinya, meskipun uang nya adalah uang miliknya. Selama ini isterinya merasa lebh berhak memiliki rumah itu.

Angkot kembali dia pacu dengan kecepatan tinggi. Tak tentu arah yang akan di tuju yang penting Menjauh meninggalkan bayang-bayang isteri dan anak. Baru berhenti setelah bensin di tangki mobilnya sudah kosong. Keluar dari mobilnya, diapun melangkah lunglai, menyusuri jalan-jalan yang ramai lalulalang kendaraan. Langkah kaki membawanya ke arah rel kereta api didaerah Depok.

*******

Di sore yang berdebu ini,kata-kata hinaan itu masih saja terngiang di telinga nya. Makian isterinya terasa sudah sangat biasa buat dirinya, tapi makian sofi, anak perempuan yang sangat di sayanginya serasa sangat menusuk hati dan perasaan nya. Hancur sudah semua benteng ketulian yang coba dia bangun untuk meredam semua kata-kata hinaan isterinya. “Apa kau tidak ingat nak, hari-hari indah yang pernah kita lalui bersama di masa-masa kecil mu. Betapa aku selalu memanjakan mu meskipun terkadang sulit”, demikian hati kecilnya berbisik.

Dada nya serasa sesak, suara-suara, bisikan, makian, bercampur manjadi satu. Matanya mulai berkunang-kunang, menatap nanar rangkaian kereta di ujung sana. Tiba-tiba sesosok tuibuh tampak di depannya, Menggapai-gapai kan tangan. Mamanya tampak di depan sana, memakai pakaian putih bersih, tersenyum manis padanya sambil melambaikan tangan nya. “ Tony, tony kemari nak, ayolah ikut mama, sudah cukup semua penderitaan mu, ayo kesini nak”!

Tony melangkah menghampiri sang mama.Terdengar teriakan-teriakan di belakang nya tapi ia tak menghiraukannya. Kakinya melangkah dengan mantap keatas rel.

Bayangan hitam, datang dengan tiba-tiba menghantam tubuhnya, semua orang berteriak. Hanya sesaat kekagetan itu datang pada dirinya, selanjutnya dia bisa memegang tangan sang mama. Perempuan tua itu memeluknya dengan hangat.

Dari sudut matanya dia lihat orang-orang berlarian menghampiri, sesaat kemudian potongan tubuh yang hancur tampak dikumpulkan di pinggir rel. Sebuah Koran menutupi tubuh yang bersimbah darah itu. Hilang sudah beban berat dalam dirinya. Semua terasa ringan dan tentram dalam bayang-bayang siluet senja yang mulai pudar.



*Sebuah kisah tentang seorang kawan, selamat jalan kawan, semoga kau tenang di alam sana
pernah di posting di kompasiana tanggal 26 Juni 2011

0 komentar :

Posting Komentar