Minggu, 15 September 2013



Pernahkah kau merasa
Berdiri  di  tempat yang sama
Memandang Manglayang di depan sana
Berbekal sejuta asa (kala itu)
Apakah saat ini sudah menjadi nyata?

Pulang ke asal kita menaruh harapan
Tuk mencecap kembali nikmatnya kekerabatan
Bukan mencari siapa pemenang
Karena sesungguhnya tidak ada yang pecundang
Selain ujian sebuah persahabatan

Melepas Rindu pada riuhnya tawa canda
Meski kini mungkin  nasib kita berbeda-beda
Di bawah rindangnya kaliandra yang mulai menua
Bersyukur,  kita masih bisa bahagia bersama

Kawan, di tanah bekas milik Baron Baud ini
Pernah kita rajut berjuta mimpi
Meski mungkin tidak pernah jadi peternak sejati
Tapi percayalah mimpi itu akan terus bersemi didalam hati




Kamis, 29 Agustus 2013


Hujan belum juga reda, air yang turun seakan dicurahkan dari langit. Suara petir sesekali membelah angkasa yang masih diselimuti awan pekat. Tampaknya langit belum rela membiarkan mentari menyinari bumi. Aku termangu, berteduh dikolong jembatan layang ini. Bersama kawanan pelaju yang setiap hari wara-wiri membelah jalanan. Hari masih pagi, baru saja lima belas menit lewat dari jam tujuh. Di pojok sana sepasang muda-mudi tampak sedang asik mengobrol sambil berpelukan. Beberapa lainnya duduk-duduk diatas motornya sambil mengisap rokok.

Satu yang menarik perhatianku adalah sebuah gerobak milik pemulung disisi sebelah kiriku. Seorang lelaki lusuh sedang bercengkrama dengan seorang anak perempuannya. Anak itu duduk mencangkung diatas gerobak, yang baru berisi beberapa botol bekas air mineral.

“pak besok aku kan ulang tahun”

“oh iya bapak lupa nak, memang kenapa kalau besok ulang tahun?

“bapak mau kasih aku hadiah apa?

Si bapak tampak terdiam, matanya menatap nanar pada rinai hujan yang kembali turun dengan deras.

Mendengar percakapan ini akupun terhenyak, teringat peristiwa masa kecilku. Kehidupan orang tuaku tak jauh beda dengan yang dialami sibapak dan anaknya ini.

                                                                  *********

“makan yang kenyang nak, ini adalah hari spesial kamu”

Di warung tenda sederhana ini, ayah mengajak ku makan besar. Makan dalam arti yang sebenar-benarnya makan. Ada sepiring nasi putih yang hangat, ayam goreng panas, tempe, tahu dan lalapan. Aku makan dengan lahap, seperti orang kesurupan. Ayah menatapku dengan bahagia, matanya berkaca-kaca. Wajahnya menyunggingkan sebuah senyuman.

“ayah ngak makan? tanyaku. Aku baru sadar kalau ayah tidak makan sama sekali

“ayah sudah kenyang nak, biar kamu saja yang makan, ini kan hari ulang tahun kamu”

“tahun depan, kalau aku ulang tahun lagi, aku boleh makan disini lagi ya Yah?

Ayah hanya mengangguk perlahan, entah apa yang dipikirkannya. Setelah aku kenyang makan, ayah membayar makanan sejumlah 15 ribu rupiah. Duit kumal itu adalah uang yang berhasil dikumpulkannya satu harian ini. Buat kami, makan seperti ini adalah sebuah pesta besar yang tidak mungkin setiap hari kami lakukan. Paling sering ayah membawa pulang sisa-sisa nasi dan lauk pauk dalam box-box berwarna putih. Gambar atau logo pada box nya bisa macam-macam, merah, kuning, kadang hijau. Aku tidak terlalu memperhatikan gambar yang ada pada bagian luarnya. Aku lebih tertarik pada isi dalam box itu. Bila sedang beruntung, lauk pauk dan nasinya masih utuh. Itu adalah rezeki terbesar buat kami. Namun lebih sering, hanya ada sisa-sisa nasi dan sisa lauk pauk disana. Sedikit rasa asam sudah biasa buat kami. Cacing-cacing dalam perut orang-orang miskin sudah sangat terbiasa dengan kondisi ini.

Kadang ibu harus mencuci nasi-nasi yang berhasil kami kumpulkan karena sudah tidak bisa dimakan. Dijemur kemudian dimasak lagi. Nasi aking kata orang bilang. Sering aku tak habis pikir bagaimana bisa orang membuang-buang makanan-makanan enak ini. Sisa-sisa makanan ini, buat mereka adalah sampah, buat kami inilah penyambung hidup. Dari makanan-makanan sisa ini kami memperoleh energy untuk beraktivitas sehari-hari.

Aku hanyalah sedikit anak gembel yang beruntung bisa menyelesaikan sekolah hingga tamat SMU. Semua biaya pendidikan ditanggung oleh sebuah yayasan yang bertindajk sebagai orang tua asuh. Saat ini kehidupanku sudah lumayan.

“pak, pakkkk, ……..suara anak kecil tadi membuyarkan lamunanku

“aku minta hadiah boneka ya? Si bapak hanya tersenyum getir.

Aku terenyuh, kuambil selembar uang Rp.50.000 dari dompetku, kuhampiri si bapak tadi.

“maaf pak, ini saya ada sedikit rezeki, tolong belikan apa yang anak bapak tadi minta”

Si bapak tertegun, tangan kanan nya masih memegang uang yang kuberikan.

“te … te terima kasih nak, semoga Allah membalas semua budi baik mu”.

Aku hanya tersenyum, dan segera berlalu. Masih dapat kudengar sayup-sayup rentetetan doa-doa yang di bacakannya. Doaku juga untukmu pak, semoga Allah segera memutus belenggu kemiskinan itu. Pelangi hanya akan muncul setelah hujan. Semoga kebahagiaan yang indah akan datang setelah kesusahan yang kita alami.



Sorot-sorot mata licik, putus asa, dendam, liar, semua bisa ku temui disini. Orang-orang dengan dengan seribu macam persoalan yang melingkupi pikiran mereka. Sampah masyarakat yang tidak pernah terbayangkan dalam pikiran liarku sekalipun. Disinilah aku sekarang, bersama mereka, orang-orang terbuang. Mencoba menikmati sedikit kebebasan yang masih tersisa. Duduk-duduk diluar sel, sambil menikmati semilir angin dan mentari yang tak pernah memilih siapapun penikmatnya. Kaum kroco, bromocorah, pecandu, pengedar, pembunuh berdarah dingin koruptor, semua tafakur dalam nikmat yang belum tentu dapat kami nikmati sepanjang hari. Di dalam kompleks ini, waktu seakan berhenti. Detik demi detik yang berlalu seperti ribuan tahun. Denyut kota metropolitan membuat waktu seakan berlari tapi tidak disini. Baru satu minggu ini aku menghuni rumah para pendosa , hotel prodeo atau apapun julukannya. Mencoba mereset semua jam biologis dan aktivitas yang biasa aku lakukan.



Selembar kertas bekas sobekan majalah terbang tertiup angin. Jatuh selangkah didepanku, terlihat bait kalimat yang terpotong namun masih bisa terbaca. Lelaki Di Pintu Su…, sisa nya sudah hilang entah kemana. Penggalan kalimat itu sudah cukup membuatku terkesiap. Kuambil potongan kertas itu, kuperhatikan dengan seksama dan kubaca bait-demi bait kata yang ada. Pikiranku melayang-layang, jauh sebelum semua ini terjadi. Seorang mahasiswa teladan dengan segudang prestasi akademik yang sangat mumpuni. Anak orang kaya, berbakti kepada orang tua dan mahasiswa yang sangat shaleh dimata teman-teman. Sebuah gambaran ideal tentang seorang pemuda harapan bangsa.

Role model yang harus ditiru oleh banyak anak muda dinegara ini. Sehingga sebuah majalah merasa perlu menurunkannya dalam sebuah tulisan berseri.. Kehidupan sehari-hariku diliput, lengkap dengan bumbu-bumbu yang bisa membuat pembaca semua terpana. Masih ada ya pemuda baik seperti ini? Mungkin itu yang mereka tanyakan dalam hati. Itulah aku, pemuda sempurna menurut ukuran norma masyarakat.

“hai, kenapa kamu melamun nak? Suara dan tepukan dipunggung membuatku sedikit terkejut.

“oh eh yaa pak, sedang liat sobekan majalah ini”, jawabku sedikit gugup.

“coba bapak lihat!

“wah jangan pak”

“coba, bapak cuma mau liat aja, apa sih isinya!, suara pak Broto, teman satu sel ku, pelan namun sangat berkharisma.

Akupun menyerahkan sobekan majalah itu kepadanya.

“hmmm jadi pemuda yang dimajalah ini adalah kamu?

“iyy ya pak”. jawabku sambil menunduk. Pak Broto memperhatikanku, aku semakin menunduk. Aku dihinggapi rasa malu yang teramat sangat.

“Lelaki dipintu Surga itu hanya judul yang mereka buat pak, katanya supaya lebih menjual, saya tentu saja masih sangat jauh dari pintu itu, saya tidak sebaik yang diceritakan disitu”.

“setidaknya kebaikan yang kamu lakukan terhadap ibumu ini memang luar biasa nak, alangkah lebih baik lagi jika kamu juga melakukannya untuk orang lain”.

“tapi dimata saya, kamu masih tetap orang baik”

“maksud bapak?

“Orang baik itu bukan berarti tidak pernah berbuat kesalahan”

“Ingat nak, semakin tinggi pohon, angin akan semakin kencang menerpa. Semakin baik seseorang maka godaan yang datang pun akan semakin berat. Anggap saja ujian yang kemarin itu kamu gagal, dan saat ini kamu harus belajar lagi. Disini akan banyak sekali waktu untuk belajar, merenung dan mendekatkan diri kepadaNya. Waktu khusus yang tidak akan kamu dapatkan diluar sana. Satu yang harus kamu ingat, Meskipun kamu sudah mendekati pintu surga, Kamu bisa saja tergelincir kembali menjauhi pintu yang sudah kau dekati itu”.

Aku termenung meresapi kata-kata bijak pak Broto. Dia adalah mantan pejabat yang terpaksa juga harus mendekam dipenjara ini. Kebijakan yang dianggap menguntungakan salah satu peserta tender membuatnya dianggap merugikan Negara. Vonis 6 tahun sudah dijalaninya selama lebih dari empat tahun. Kabarnya setelah dipotong remisi, tiga bulan lagi pak Broto akan bebas.

“setan bisa berbentuk apa saja nak, mereka tidak akan bosan-bosannya membujuk manusia. Termasuk juga pada orang-orang yang beriman kuat. Setiap manusia punya sisi lemah yang akan dimanfaatkan untuk menjatuhkannya”.

Suara Adzan mulai bergema, shalat zhuhur akan segera dimulai. Kami bergegas menuju ke masjid yang ada dalam kompleks rutan.

                                                       ******

Jamaah sudah mulai meninggalkan masjid. Aku masih saja khusyuk dalam doa-doaku. Titik air mata tak mampu lagi kubendung. Selaksa penyesalan bergemuruh dalam dada.

“Ya Allah, yang maha membolak-balikan hati manusia, teguhkanlah hatiku ini agar tetap senantiasa di jalan Mu. Kesuksesanku selama ini membuatku sombong dan takabur. Hingga suatu saat aku tak bisa lagi membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Uang jahanam itu yang telah meninggikan derajatku dimata manusia, dan kini uang itu pula yang membenamkanku ketempat yang hina ini. Ampuni aku ya Allah…….

Rabu, 28 Agustus 2013


1331856400318249711

Bau khas rumah sakit menyambut langkahku. Seorang petugas menunjukan kamarpasien yang ingin ku kunjungi. Dari kaca yang ada didepan pintu bisa kulihat kedalam sana. Seorang wanita tampak sedang berbaring. Sesaat aku ragu untuk masuk kedalam. Kuketuk pintu perlahan. Pintu terbuka, seorang wanita tuamenyambutku dengan seulas senyuman. Kuulurkan tanganku, mencium tangannya penuh haru. Wanita itu memeluk ku, “terima kasih kamu sudah mau datang”, bisiknya lirih.

Wanita itu menuntunku kedalam. Kami berdiri disamping sebuah ranjang yang dipenuhi alat-alat bantu penopang kehidupan. Diatas nya seorang wanita berwajah pucat tampak tertidur. Beberapa bagian tubuhnya dipenuhi oleh selang dan kabel-kabel yang menjaganya supaya tetap hidup. Berjuta perasaan berkecamuk dalam hatiku. Kusentuh tangannya yang sedingin es. Mata nya membuka perlahan, menatapku nanar.
“Mas, mas….kau kah itu mas?” Tersentak kaget diapun berusaha bangun tapi segera kutahan. “ya ini aku neng, kamu tiduran saja, maaf kalau kedatanganku mengagetkanmu!’
“a… aku senang sekali melihatmu mas!”
“bagaimana kabarmu mas”, sahutnya, matanya berkaca-kaca.
hmmm aku menarik nafas panjang, “aku baik-baik saja neng……..”
Aku tak sanggup berkata-kata. Segala rasa berpendaran dalam hatiku. Senang, sendu, haru, pilu, yang kesemuanya membuatku ingin memeluknya erat-erat.
Kedua tangannya mengembang. Diapun ingin memelukku erat, meski selang-selang infus menahannya. Aku menjatuhkan diriku kepadanya. Dadaku bergemuruh hebat, kelebatan masa lalu menyelubungiku.
Kuciumi wajahnya, wajah yang dulu pernah sangat ku kenal.
“Kamu di sini? tau dari siapa? Senyuman kebahagiaan tampak terpancar dari wajahnya.
“lama ngak ketemu ya”
“Iya. berapa tahun ya? Lima belas?”
“tujuh belas tahun!” jawab mu
“Ouw! tujuh belas tahun. Dan kamu masih secantik dulu.” godaku.
“he he gombalmu ngak hilang-hilang toh mas”
“punya anak berapa mas?
Aku terdiam,
“ Maaf ya mas kalau aku lancang menanyakan itu”
Butuh waktu beberapa lama sebelum akau menjawab
“Setelah perceraian kita, aku tidak pernah menikah lagi neng”.
“Kamu tidak menikah lagi? Kenapa? tanyamu heran
“karena cuma kamu satu-satunya wanita dalam hidupku. Seluruh hatiku sudah kuberikan kepadamu”.
Aku tertunduk tak dapat melanjutkan omonganku.
Air mata kembali tumpah membasahi wajahnya. “aku ini wanita kotor mas, tidak pantas kamu menumpahkan segenap cinta kepadaku. Aku menghianatimu, meskipun aku tahu betapa baik nya dirimu.
“entahlah neng, kupikir waktu akan bisa mengobati semua kecewaku. Namun ternyata anggapanku salah. Rasa cinta itu tetap tersimpan dalam lubuk hatiku yang paling dalam. Berharap dan terus berharap ada jodoh lain yang akan datang mengisi. Namun setelah tahun-tahun berlalu, rasanya sudah terlalu terlambat untuk memulai suatu hubungan baru.
“maafkan aku mas, maafkan aku. Aku menghianatimu, aku lupa diri, jawabmu sambil terisak. Pada akhirnya lelaki bajingan itu juga menghianatiku. Aku terima semua karma dari perbuatanku.. Kanker yang aku derita sudah tidak mungkin lagi diobati. Saat ini adalah penghujung umurku. Aku cuma berharap kamu bisa ada disisi ku, ketika malaikat datang menjemputku. Itu yang selalu kukatakan kepada mama. Aku ingin menebus semua kesalahanku padamu. Mungkin nanti, dikehidupan yang akan datang.
*********
Dilapangan Gazibu senja mulai rebah di ufuk barat. Sekelompok remaja asik bercengkrama diatas motor. Beberapa lainnya duduk rapat memadu kasih. Disalah satu sudut, aku duduk termangu menatap kearah gedung sate. Menunggu mentari yang segera beranjak pulang. Betapa banyak kenangan pernah kita habiskan disini. Berharap dan selalu berharap kita bisa bersama lagi di kehidupan yang akan datang.
13384551401912615577


Menatap iringan orang-orang mengantar jasadmu, aku tersenyum puas. Kalau aku tidak berhak memilikimu, siapapun tiada yang berhak memiliki. Diantara rerimbunan pohon ini, seolah aku bisa melihat dirimu disana, menangis, meratapi nasib. Aku tersenyum, berjuta rasa yang aneh bercampur aduk dalam dada.Tak terasa dua butir air mata jatuh dari pelupuk mataku. Seutas tambang yang kubawa dari rumahmu kini melingkar di leherku. Mereka pasti akan menemukan jasadku nanti.
****
Sih…………Warsih, warsih, suara majikanku membelah kesunyian dipagi buta ini. “ ngapaian aja sih kamu, ngak cukup sekali kalau dipanggil”,
Iyaa bu , saya kan lagi nyuci di belakang, tadi ngak kedenger bu, ada apa ya?
“Saya mau pergi jogging, bapak masih tidur, nanti kalau dia bangun kamu siapkan sarapan ya!
“Baik bu, nanti saya siapkan, jawabku.
Selesai mencuci, masih banyak pekerjaan yang menungguku. Aku beringsut ke belakang mencari pel. Di ruang tengah, kulihat tuan sudah bangun. Akupun segera menghampirinya.
“Mau sarapan apa pak?”
Lelaki tua itu tersenyum genit, “kalau susu ada sih?” Sambil matanya jalang manatap belahan dadaku. Ada pak, jawabku ketus, akupun segera berbalik menuju dapur. Dapat kurasakan tatapan liar bandot tua itu mengikuti setiap lenggak-lenggok langkahku.
Selesai menyajikan segelas susu hangat akupun segera melanjutkan pekerjaanku. Mengepel lantai dengan iringan tatapan liar si buaya darat. Tatapan seperti ini membuatku sangat risih. Matanya seperti kucing yang melihat ikan, jelalatan dengan seringai yang sangat menjijikan.
Ketika aku sampai di dekatnya, tangannya segera menjulur memegang pantatku, kutepis tangan lelaki tua itu. Dia malah tersenyum genit. Kali ini dia malah menghampiriku lebih dekat, tangannya sudah menjulur tapi mendadak dia urungkan. Sebuah suara dari pintu kamar Aldi anak lelakinya terdengar, Tak lama pintu kamar pun terbuka. Si bandot tua itupun segera kembali ketempat duduknya sambil berpura-pura membaca Koran.
“ibu kemana pak? Tanya Aldi
“paling juga jogging sama ibu-ibu komplek” jawabnya singkat.
“sih, tolong buatin aku indomie dong!
“yya ya ya, mas bentar ya tanggung nih ngepelnya sudah mau selesai, jawabku gugup.
Entah mengapa aku selalu berdebar jika berada dekat pemuda ganteng ini.
Aldi baru berumur 20 tahun, kira-kira sebaya denganku. Sejak awal melihat pemuda ini, hatiku selalu bergetar tak karuan.. Tampaknya Aldi pun tahu dengan perasaanku ini. Beberapa kali dia sengaja menggodaku. Sampai akhirnya kami pun semakin dekat.
Dua bulan lalu, dia mengendap-endap kedapur ketika rumah sedang sepi. Dia memelukku dari belakang kemudian menciumi dan meraba-rabaku. Dadaku berdebar, perasaan aneh berseliweran dalam batinku. Antara rasa takut akan dosa dan hasrat muda yang menggelora Untunglah Aldi tak pernah lebih dari itu. Semenjak itu, hubungan kami menjadi lain. Setiap ada kesempatan kami selalu bercumbu.

Aku jatuh cinta, benar-benar jatuh cinta, sampai tak sadar siapa aku. Perempan kampung yang miskin, berharap menjadi Cinderella yang disunting pangeran tampan dan kaya raya,
Hingga suatu saat, kami terbuai. Aku tergoda untuk menjadi binal. Ketika iturumah dalam kondisi kosong, Ayah ibunya sedang keluar kota. Hujan yang turun sedari sore, benar-benar sempurna buat insan yang sedang kasmaran. Jutaan kembang gula dalam mulutnya benar-benar telah melenakanku.
“kamu sangat cantik Warsih, bisiknya sambil memeluk ku dari belakang. Bibir kamipun saling berpagut, layaknya ujung magnet utara bertemu selatan. Dengus nafas kami berpadu dengan gemuruh jantung dalam hati. Tangan Aldi semakin berani meraba seluruh bagian tubuhku, “jangan mas, seru ku tertahan”, ketika Aldi mulai membuka kancing bajuku.
“aku akan menikahimu, secepatnya”, serunya dengan nafas memburu.
“Tapi apa ayah ibumu akan setuju mas? tanyaku lagi. “Ayah ibu sangat memanjakanku, semua keinginanku selalu mereka penuhi, kamu kan tahu itu!”.
Di iringi petir dan angin kencang, malam itu kami menuntaskan semua dahaga kami. Semua setan pun bertepuk tangan gembira. Aku sangat bahagia, jutaan mimpi terbayang dipelupuk mataku.
****
Sore itu, tuan dan nyonya memanggilku, disampingnya tampak Aldi duduk sambil tertunduk.. Wajah mereka terlihat sangat serius. Aku berdebar, apakah mereka akan segera menikahkan kami.
“warsih, kami sudah tahu hubungan kalian berdua. Tapi kamu harus ingat, kalian seperti bumi dan langit. Kamu semestinya sadar hubungan kalian tidak akan bisa dilanjutkan.
“aku terdiam, godam besar itu telah memukul kepalaku hingga berkunang-kunang, butiran air mata mengembang disudut mataku. ‘Tapi bu, kami sudah…..
“ya aku tahu sudah sejauh mana hubungan kalian, kami sudah mempertimbangkan dengan matang. Ini terimalah uang 15 juta ini sebagai ganti keperawananmu.
“Pulanglah kekampung, cari suami yang sederajat dengan kamu. Aldi sudah kami jodohkan dengan wanita yang lebih pantas dengan status kami, Kamu paham kan!”
Keperawananku ibarat sebuah barang yang hilang, dan kini majikanku telah menggantinya. Bumi berputar-putar, mimpi terbang kelangit ketujuh gagal, aku jatuh menghujam bumi.
Diiringi rintik hujan yang mulai turun, aku keluar dari rumah ini sebagai pecundang. Perempuan sundal yang harus dibuang dari istana mimpinya. Kini aku melengkapi kisah-kisah bunga yang terpaksa harus layu. Sedangkan kumbang dengan seenaknya pergi mencari bunga yang lain.
*****
Satu minggu berlalu, dendam dalam dadaku semakin hari semakin berkobar. Hingga tibalah saat itu, aku berjingkat masuk kedalam rumah yang sepi lewat pintu dapur yang memang aku punya duplikat kuncinya. Aldi tampak sedang asik mengobrol ditelepon. Suaranya terdengar ceria sekali. “hmm dasar lelaki sialan, kamu sama buayanya dengan bapakmu”, Aku mendekatinya dengan langkah perlahan. Setan-setan mulai merubungiku, memberiku kekuatan maha dasyat. Tiga tusukan pisau yang kuambil dari dapur membuat Aldi tersungkur. Matanya terbelalak, dia terkejut melihat wajahku, namun belum sempat dia berkata, roh nya sudah terpisah dari tubuh.

13321636571852076121

Pada malam itu aku meluncur dari tubuh seorang lelaki. Menyembur seperti curahan hujan yang jatuh dari langit. Bagai seorang pelari marathon, aku berlari menelusuri lorong-lorong basah dan hangat, bersaing dengan jutaan peserta lain. Aku melesat mendahului mereka semua demi memeluk sebuah ovum matang seorang wanita. Dari setitik kemudian tubuhku berkembang sedemikian rupa sampai Sang Khalik meniupkan roh kedalam ragaku.

Ketika aku sudah mulai hidup, dapat kurasakan kecemasan dan ketakutan pada hati wanita muda ini. Aku bisa merasakan degup jantung dan kegelisahan hatinya. Beda sekali ketika bulan-bulan sebelumnya. Kasih sayang diantara mereka begitu membuncah. Seperti tak ada lagi tempat untuk orang lain di dunia ini. Tubuh mereka seperti dua kutub magnit yang selalu menarik satu sama lain. Tubuh-tubuh hangat dan basah yang selalu menyiramiku.
Aku mencoba bertanya pada hati. Apakah aku ada karena cinta atau karena bujukan nafsu? tapi dia diam seribu bahasa
Plasenta satu-satunya sahabatku diruangan ini berkata, “sulit membedakan antara cinta dan nafsu, karena penyatuan fisik tidak berarti penyatuan hati”.
“Inilah ironi kehadiran kita di rahim seorang wanita. Kita bisa disambut dengan penuh sukacita tapi kita juga bisa disambut dengan tangisan duka”, lanjutnya lagi.
“aku hamil mas, wanita itu berkata dengan wajah sumringah dan disambut oleh sang lelaki dengan jutaan kebahagiaan.

Atau bisa juga
“aku hamil mas, wanita itu berkata sambil tertunduk dan menangis, dan si lelaki akan melotot karena marah dan bingung.

“hmm…….”, aku menarik nafas. Itulah nasib kita, plasenta dan janin. Kita tidak pernah tau akan jatuh di rahim wanita seperti apa. Seperti yang kualami saat ini. Aku jatuh dalam rahim seorang wanita muda yang masih berstatus pelajar.,Sedangkan lelaki nya sudah beristri. Aku bisa merasakan bahaya yang mengintai setiap saat dalam fase-fase perkembanganku.
Ketika cairan-cairan jamu, nanas muda dan segala macam racun tak mampu membunuhku.
Aku mencium rencana jahat mereka yang lain. Lelaki itu membisikan suatu kata, dan wanita muda ini hanya tertunduk sambil menangis. Belum sempat aku menaksir apa rencana mereka, bencana itu sudah datang.
Aku tak tau apa kesalahanku, ketika tiba-tiba saja tang yang tajam itu memotong-motong tubuhku. Tang itu masuk kedalam kamarku yang hangat dan nyaman. Mengoyak plasenta sahabatku, memotong tanganku, kaki, perut dan bagian apa saja yang bisa diraihnya. Potongan-potongan tubuhku yang sudah kecil-kecil itu kemudian dipaksa keluar. Di kumpulkan dalam kresek hitam persis seperti sampah pasar.
Kini aku hanyalah seonggok daging tak berarti. Dilemparkan dalam kubangan kotoran.Berkumpul bersama segala macam najis. Kematianku tidak berarti apa-apa. Meskipun aku mahluk yang telah bernyawa.Tidak ada upacara penguburan, doa-doa, kain putih apalagi bunga.
Dalam gelapnya septic tank ini aku bisa mendengar tangisan ratusan janin yang benasib sama denganku. Entah apa yang ada dipikiran manusia-manusia durjana ini. Siapa yang akan kupersalahkan. Wanita muda yang harusnya kupanggil ibu, lelaki mata keranjang yang tak jadi kupanggil bapak atau dokter yang harusnya memelihara kehidupan tapi malah membunuhku.

Dalam kesunyian yang teramat dalam, ditempat kotor ini,

“Aku mohon kepadamu ya Allah sang pemberi kehidupan, jika nanti aku kembali lagi kedunia, jatuhkanlah aku dalam rahim seorang wanita yang sholehah. Seorang wanita yang memang berniat menjadi ibu bagiku. Masukan aku kedalambenih-benih manusia yang beriman, yang memang berniat melanjutkan keturunan. Mereka yang telah diikat oleh tali pernikahan. Bukan pada manusia-manusia penikmat nafsu sesaat.”


.
Aku memanggilnya Ayah, seorang lelaki yang sangat berarti dalam hidupku.Lelaki hitam legam yang tak banyak bicara namun selalu kami rindukan kehadirannya. Lelaki paruh baya yang selalu memberi kami ketenangan, kehangatan, dan jutaan kasih sayang yang tak terkira.
Aku selalu merindukan bau kecut keringatnya saat pulang membawa sejumput rezeki. Gurat lelah diwajahnya selalu ditutupiya dengan senyum lebar, ketika kami meyambutnya di pintu rumah kontrakan kami.
Pagi buta dia sudah berangkat. Gerobak, pakaian lusuh dan sebatang ganco adalah teman setianya disepanjang perjalanan. Ibu hanya menyiapkan sebotol air dalam botol bekas air mineral, dan sebungkus nasi berlauk tempe. Nasi berbungkus koran bekas itu yang memberinya tenaga.
1341316366692701547
sumber : Dokumen Pribadi
Namun sejatinya sorot mata penuh harap dari anak dan isteri dirumahlah yang memberinya kekuatan luar biasa untuk melakoni pekerjannnya. Selaksa doa kami panjatkan, “semoga ayah dapat rezeki yang banyak hari ini”. Aku hampir tak yakin kalau Tuhan mendengar doa kami. Selama bertahun-tahun tidak pernah kulihat ayah membawa banyak uang. Sepanjang yang ku ingat, ayah hanya menyerahkan beberapa lembar uang kepada Ibu. Ibu akan menerimanya dengan sukacita. Dan di balik senyum tulus ibu, aku tahu, otaknya sedang bekerja keras mengatur anggaran supaya cukup.
Terkadang aku dan adik ku memaksa ikut di gerobaknya. Kami berdua naik diatas gerobak, menikmati panasnya matahari, paparan carbon monoksida dari kendaraan dan luluran debu jalanan. Sementara kami asik bermain diatas gerobak, ayah menarik gerobak sambil matanya sibuk mencari-cari kardus, bekas botol minuman ataupun barang lain yang sekiranya masih laku dijual,
Tak ada yang perlu diratapi dari kemiskinan kami. Setidaknya sejumput kebahagian masa kecil masih dapat kami rasakan, meskipun dari atas gerobak, Tuhan mungkin tidak memberi keluarga kami uang yang banyak tapi Dia telah memberi kami limpahan kebahagiaan yang luar biasa.
******
Beasiswa dari sebuah BUMN membalikan semua nasibku. Aku bisa kuliah, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan meskipun dalam mimpi. Selesai kuliah aku bekerja disebuah perusahan asing. Dan roda nasib pun berputar kearahku. Aku terdorong keatas dalam pusaran tertinggi. Karirku menanjak dengan cepat, kekayaan tiba-tiba saja melimpah ruah. Ayah dan ibu kembali ke desa, membeli sebidang tanah dan rumah. Aku dan adik ku tinggal di kota, menapaki kesuksesan hidup yang banyak diburu orang dengan berbagai macam cara.
*****
Kini dari dalam sejuknya mobil mewah, kulihat seorang lelaki tua berjalan tertatih mendorong gerobaknya. Dua orang bocah dekil asik bermain diatasnya. Aku terhenyak, Selaksa doa kupanjatkan, semoga Allah SWT memberi kalian jalan seperti Dia memberikannya kepadaku. Tak terasa mataku berkaca-kaca, tiba-tiba aku teringat lelaki hitam legam itu, aku rindu Ayah…….