Rabu, 28 Agustus 2013




Adzan magrib baru saja usai dikumandangkan. Tanah masih becek oleh air hujan, suara motor terdengar samar diluar rumah sederhana itu. Sore seperti ini memang masih banyak ojek yang mengais rezeki.

“Tok tok tok, Assalamualaikum, Lastri…………..Lastri, buka pintu nya”, suara ketukan pintu mengagetkan Lastri yang baru saja usai menunaikan shalat maghrib. ‘wa alllakum salaam, bang Panjul ya, sebentar bang”, Lastri bergegas menuju pintu depan. Suara derit pintu segera terdengar, mengiringi suara parau bang panjul

“waduhh gawaat Las….gawat…..!

“Gawat kenapa bang, kenapa tangan abang luka-luka dan wajah abang juga lebam-lebam begitu?

“Anu Las anu…..aku, ehh bis ku kecelakaan!!

“Kecelakaan”? ya tapi syukurlah abang masih selamat kan?

“ yaa, tapi…. ,Panjul termenung beberapa saat, hatinya bimbang untuk menceritakan kejadian yang sesunguhnya.

“sudahlah abang mandi saja dulu, shalat dulu, biar nanti luka-lukanya Lastri obati”

                                                 **********


Hari mulai beranjak malam ketika suara ketukan keras di pintu kembali terdengar, Lastri bergegas turun dari tempat tidur. Ketika pintu dibuka tampak olehnya pak RT bersama empat orang berbadan tegap dengan rambut cepak, berjaket hitam.

“Selamat malam bu Lastri, bang Panjul ada?

Ada pak? aa …ada apa ya?

Belum selesai kekagetan Lastri, bang Panjul sudah keluar dari kamar.

Seorang petugas bergegas masuk, tiga lainnya waspada mengawasinya.

“ Anda yang benama Panjul?

“Ya pak!, Panjul menjawab sambil tertunduk lesu

Anda Supir Bis BAKTI KITA?

“ya, ya , pak!

“Mari ikut kami ke kantor Polisi, banyak hal yang harus anda pertanggungjawabkan”

Panjul hanya tertundul lesu ketika dua tangannya dikalungi borgol.

Loh kenapa suami saya ditangkap pak? salah suami saya apa pak? Lastri mulai panik. Pikiran polosnya masih tidak dapat mencerna kaitan antara kedatangan polisi dan kecelakaan yang dialami suaminya.

“Bis bang Panjul masuk jurang bu, banyak korban jiwa, jadi bang Panjul harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, kata pak RT berusaha menjelaskan.

Panjul digiring masuk kedalam mobil petugas. Wajahnya nelangsa, lesu sambil menatap isterinya. “Maafkan abang Las, rem bis abang rusak, abang ngak bisa kendaliin itu bis, akhirnya banyak korban, abang panik terus lari ke sini”, Panjul berkata lirih.

Pak.., bapak, .. bapak , bapak mau kemana? bapak mau kemana? Suara Anisa anak semata wayangnya membuat miris hati Panjul. “bapak pergi dulu nak, nanti bapak kembali lagi bawa oleh-oleh ya” ,setitik air mata tak dapat panjul tahan, jatuh dari ujung kelopak matanya. Terbayang hukuman yang akan diterimanya. Siapa yang akan membiayai kehidupan anak isterinya kelak.

Deru mobil petugas segera berlalu menyisakan Lastri dan Anisa putri kecilnya.

Mengapa bapak di tangkap polisi bu? bapak kan orang baik bu?

Sesaat Lastri tak mampu menjawab, hanya linangan air mata yang yang coba diusapnya. Anisa yang berumur 8 tahun sudah terlalu pintar untuk dibohongi.

“Bis yang bapak bawa, rem nya blong terus masuk jurang, banyak korban yang meninggal nak, bapak harus bertanggung jawab”, Lastri menjelaskan sambil menahan isak tangisnya.

“Loh, kenapa bapak yang harus bertanggung jawab bu? Bapak kan korban kecelakaan juga? terus bisnya kan bukan punya bapak, bapak kan cuma supir?

Lastri tak bisa menjawab, bergegas dia gendong Anisa, masuk kedalam rumah. “kita tidur saja ya nak, hari sudah malam, semoga besok bapak mu sudah boleh pulang”.

Malam mulai bergulir, pagi hampir menjelang namun tak sekejap pun Lastri tertidur. Pikirannya masih mencoba mencari jawaban atas nasib orang kecil seperti dirinya. “mengapa bang Panjul yang harus bertanggung jawab?. Di perusahaan itu tugas bang Panjul cuma supir yang bawa penumpang sampai ke tujuan.

Teringat obrolan beberapa hari lalu ketika bang Panjul mengeluhkan beberapa sparepart bis yang seharusnya sudah diganti tapi belum juga diganti. Bos beralasan suku cadang sekarang sedang naik tinggi, kalau masih bisa diakali pakai saja yang lama dulu. Kejadian seperti itu menurut cerita bang Panjul bukannya yang pertama kali. Seringkali mekanik yang bertugas mengurus mobil, harus mengakali sparepart yang sudah rusak supaya bisa dipakai lagi. “Seharusnya bos bang panjul dong yang disalahkan”? hati kecilnya berteriak.

Adzan subuh mulai bergema, Lastri bergegas menunaikan shalat. Dalam dinginnya pagi, Lastri mencoba menerima semua cobaan yang diberikan kepadanya. “Ya Allah jika memang ini adalah kehendakmu, berikanlah hamba dan bang Panjul ketabahan untuk menjalani semua cobaan ini”. Rintik hujan mulai turun disubuh yang hening ini, langit pun sepertinya menangis melihat nasib rakyat kecil seperti dirinya.

0 komentar :

Posting Komentar