MAMA
“Mengapa
mama tidak menikah lagi saja ma? Suatu kali kutanyakan
Mama
tersenyum,”rasanya lebih enak seperti sekarang saja, lebih bebas”, Jawabnya
santai.
Mama
menikah pada usia yang sangat muda. SMA
kelas 2 mereka terpaksa menikah, karena saat itu mama sudah hamil duluan.
Selanjutnya aku lebih sering diasuh oleh nenek. Sebagai seorang remaja, saat
itu, mama dan papa memang sangat tidak siap untuk berkeluarga. Tak heran jika usia
pernikahan merekapun tidak berjalan lama. Waktu umurku lima tahun, mereka
bercerai. Mama kemudian bekerja di Jakarta, sedangkan aku tinggal bersama nenek
di Bandung.
Tak banyak yang kuketahui aktivitas mama di Jakarta.
Sesekali, mama datang ke Bandung bersama seorang lelaki yang berbeda-beda.
Entah kekasihnya atau sebatas teman saja aku tidak pernah menanyakannya. Aku
jauh lebih sayang kepada nenek daripada mama. Namun setelah nenek meninggal dan
aku menikah, kedatangan mama sangat aku harapkan. Bukan saja karena dia
satu-satunya keluarga yang kumilki tapi juga karena mama adalah teman curhat
yang asik. Bermacam masalah sering aku ceritakan dari mulai pekerjaan kantor,
anak sampai urusan mas Har, suamiku.
*****
Mas
Har semakin dingin saja sekarang, Ma? Tanyaku pada suatu hari.
Mama
tersenyum, “oh ya, kamu sudah pernah tanyakan kenapa?
“Hmmm
belum sih”
“mungkin
dia terlalu lelah bekerja”
“Ah,
kan dari dulu juga dia bekerja seperti itu, jawabku sambil mengunyah potongan
pisang goreng ketiga buatan mama.
Mama
menahan tanganku yang akan mengangkat pisang goreng ke empat.
“inilah
masalahnya Rin!
Apa
masalahnya Ma?
“Lihat
tubuh mu? Kamu masih muda, tapi udah kendor dimana-mana”
“Kamu
lihat body mama nih”, mama berdiri sambil melenggak-lenggokan tubuh sintalnya.
Di usia empat puluhan, mama memang masih terlihat cantik. Tubuhnya padat
berisi, karena memang rajin berolahraga. Rambutnya indah tergerai persis
seperti iklan-iklan shampoo di TV. Kulitnya putih bersih dan terawat. Tiba-tiba
saja aku merasa iri dengan semua kecantikan mama.
Ucapan mama serasa menggedor hatiku yang
paling dalam. Aku berdiri, mendekatkan diri ke cermin. Aku memang hampir tak
kenal pada sosok di cermin itu.
*******
Kedatangan
mama sangat membantu kesibukanku sehari-hari. Paling tidak, ada orang yang
membantuku mengasuh Dinda, anak semata wayangku. Aku dan mas Har bekerja,
sehingga mengurus rumah tangga merupakan satu hal yang sangat merepotkan buat
kami. Pagi hari kami harus mengantar Dinda dulu kesekolah, baru kemudian pergi
ketempat kerja masing-masing.
Setelah
obrolanku dengan mama sore itu, aku selalu cemburu jika melihat mas Har rapi
dan wangi. Apalagi dia bekerja disebuah toko swalayan yang sebagain besar
karyawannya adalah perempuan.
******
Pagi itu, baru saja aku sampai di kantor. Komputer
baru saja aku nyalakan. Namun tiba-tiba saja tubuhku mengigil dan kepalaku
pusing. Beberapa bulan ini, setiap akan datang bulan, gejala ini selalu
kurasakan.
“kamu
pulang saja Rin, wajah kamu pucat banget, sebaiknya kamu ke dokter”
“iyy
ya pak, saya izin pulang saja”
Jam baru menunjukan jam 10 pagi ketika aku sampai
dirumah. Kondisi rumah sepi, tapi sayup-sayup kudengar ada suara-suara aneh
dari dalam kamarku. Kuurungkan untuk membuka kunci pintu depan.
Aku memutar
kesamping rumah. Aku mengendap-endap kesamping kamarku. Suara-suara desahan kudengar
semakin keras dari dalam sana. Hatiku mendidih, dadaku bergemuruh,gigiku
gemeretak menahan amarah. Kuintip dari balik tirai yang sedikit terbuka dari
samping kamarku.
Kudekatkan wajahku pada kaca jendela. Aku terbelalak tak percaya, disana kusaksikan
mas Har sedang bercumbu dengan seorang wanita. Melihat potongan rambut dan
bentuk tubuhnya, rasanya wanita itu tak asing buatku.
Lututku
lemas Jantungku serasa berhenti ketika wanita itu, menyibakkan rambutnya dan menengok kearahku……
0 komentar :
Posting Komentar